Senin, 28 November 2011

Bahaya Perbandingan

Makhluk pertama yang melakukan perbandingan dalah Iblis,” Aku diciptaka dari api, semetara Adam diciptkan dari tanah. Sudah jelas, api lebih unggul dari pada tanah.Api mewakili cahaya, tanah mewakili kegelapan. Dari sudut pandang manapun, aku melebihi dia.”
Tuhan menaggapinya ,”tidak demikian. Keunggulan berasal dari penendalian diri dan kebajikan. Dan , pengendalian diri serta kebajikan tidak bias dibandingkan dengan apa pun juga.
Indah sekali!!!
Yang bisa dibandingkan adalah sesuatu yang di ukur, bisa ditimbang, bisa dinilai, baik api, maupun tanah bias diukur. Ada api besar, ada apikecil. Ada tanah banyak, ada tanah sedikit, tetapi, pengendalian diri dan kebajikan tidak bias diukur. Pernyataan seperti,” pengendalian diri dia kurang” atau “ pengendalian diri saya lebih” bias dianggap benar dari segi tata bahasa. Tetapi tidak dari segi penerapannya dalam hidup tidak bisa dibenarkan. Karena , kekurangan se-“sedikit” apapun bisa mencelakakan. Kurang sedikit atau kurang banyak, bahayanya saman. Setetes atau segelas air jeruk nipis merusah susu. Dan kerusakannya sama.
Begitu pula dengan kebajikan—tak dapat diukur. Kita tak bias berbaik hati “sedikit”. Meskipun berbaik hati terhadap kelompoknya, jika seorang mencelakakan kelompok-kelompok lain, dia belum “baik”.
Pengendalian diri dan kebajikan bukanlah warisan duniawi yang bias dinilai, diukur dan dibandingkan.
Diciptakan dari apai atau tanah, so what? Memang kenapa? Bukankah api dan tanah pun ciptaan Allah?....
“Abu jahl tidak beriman, tetapi putranya beriman. Nuh seorang Nabi, tetapi putranya tersesat. Adam diciptakan dari tanah dan wajahnya bercahaya. Engkau diciptakan dari api dan wajahmu hangus terbakar.” Demikian Allah bersabda…..

Aku lebih Baik daripada Dia

Suatu hari, Allah Swt berfirman kepada Nabi Musa a.s.,”Hai Musa, jika nanti kau akan bertemu dengan-Ku lagi, bawalah seseorang yang menurutmu kamu lebih baik dari pada dia. “ Nabi Musa lalu pergi kemana-mana-----ke jalanan,pasar, dan temapt-tempat ibadah. Ia selalu menemukan dalam diri setiap orang itu suatu kelebihan dari dirinya. Mungkin dalam beberapa hal yang lain, orang itu lebih jelek dari pada Nabi Musa, tetapi Nabi Musa selalu menemukan ada hal pada diri orang itu yang lebih baik daripada dirinya. Nabi Musa tidak mendapat seorang-pun yang terhadapnya Nabi Musa dapat berkata “ Aku lebih baik daripada dia”.
Karena gagal menemukan orang itu, Nabi Musa masuk ketengah-tengah binatang. Dalam diri binatang-pun ternyata selalu ada hal-hal yang lebih baik daripada Nabi Musa. Seperti kita ketahui, burung Merak, misalnya bulunya jauh lebih bagus dari manusia. Sampai akhirnya Nabi Musa melewati seekor anjing kudisan. Nabi Musa berfikir, “ Mungkin sebaiknya aku pergi membawa dia.” Ia pun lalu mengikat leher anjing itu dengan tali. Namun ketika sampai ke suatu tempat, Nabi Musa melepaskan anjing itu.
Ketika Nabi Musa dating bermunajat lagi di hadapan Allah Swt, Tuhan bertanya,” Ya Musa, mana orang yang aku perintahkan kepadamu untuk kau bawa?” Nabi Musa Menjawab,” Tuhanku, aku tidak menemukan seorangpun yang aku lebih baik daripadanya.” Tuhan lalu berfirman,” Demi keagungan-Ku dan Kebesaran-Ku, sekirannya kamu datang kepadaku dengan membawa seseorang yang kamu piker lebih baik daripadanya, Aku akan hapuskan namamu dari daftar kenabian.”
Kata ana khairun minhu atau “aku lebih baik daripada dia” pertama kali di ucapkan oleh iblis untuk menunjukkan ketakaburannya. Tuhan menyuruhnya untuk sujud kepada Nabi Adam a.s., tapi iblis tidak mau. Ia beralasan,” Aku lebih Baik daripada dia. Kau ciptakan aku dari api dan Kau ciptakan di dari tanah.” Takabur yang dilakukan oleh iblis pertama kali itu adalah takabur karena nasab, takabur karena keturunan. Iblis adalah tokoh takabur karena nasab yang paling awal. Kebanggaan atau kesombongan karena nasab ini perna menjadi suatu system dalam masyarakat feudal. Feodalisme adalah system kemasyarakatan yang membagi masyarakat berdasarkan keturunannya. Sebagian masyarakat disebut berdarah biru dan sebagian lagi berdarah merah.

Ridha Ilahi

Pada suatu hari, Nabi Musa a.s. bermaksud menemui Tuhan di bukit Sanai. Mengetahui maksud Musa, sesorang yang sangat saleh mendatanginya, “ wahai Kalimullah, selama hidup saya telah berusaha menjadi orang baik. Saya melakukan sholat, puasa, haji, dan kewajiban agama lainnya. Untuk itu, saya banyak sekali menderita. Tetapi tidak apa saya hanya ingin tahu apa yang Tuhan persiapkan bagiku nanti. Tolong tanyakan pada-Nya !!!.
“baik,” kata Musa. Ketika melanjutkan perjalanannya, dia berjumpa dengan seorang pemabuk di pinggir jalan. “mau kemana? Tolong tanyakan kepada Tuhan nasibku. Aku peminum, pendosa. Aku tidak pernah sholat,puasa atau amal sholeh lainnya. Tanyakan kepada Tuhan apa yang disiapkan-Nya untukku”. Musa menyanggupi untuk menyampaikan pesan dia kepada Tuhan.
Ketika kembali dari Bukit Sinai, ia menyampaikan jawaban Tuhan kepada orang yang saleh,”Bagimu Pahala besar, yang indah-indah.” Orang yang saleh berkata “saya memang sudah menduganya”. Kepada si pemabuk, Musa berkata, “ Tuhan telah mempersiapkan tempat yang paling buruk.” Mendengar itu si pemabuk bangkit dengan riang menari-nari. Musa heran mengapa ia bergembira di janjikan tempat yang paling jelek.
“Alhamdulillah. Saya tidak peduli tempat mana yang telah Tuhan persiapkan bagiku. Aku senang karena TUhan masih ingat pada kepadaku. Aku pendosa yang hina dina. Aku dikenal Tuhan!!!! Aku kira tidak seorang pun yang mengenalku,” ucap pemabuk itu dengan kebahagian yang tulus. Akhirnya, nasib keduanya di Lauh Mahfuzh berubah. Mereka bertukar tempat. Orang saleh dineraka dan orang durhaka di surge.
Musa takjub. Ia bertanya kepada Tuhan. Jawaban Tuhan : “Orang yang pertama, dengan segala amal salehnya tidak layak memperoleh anugrah-Ku, karena anugrah-Ku tidak dapat dibeli dengan amal saleh. Oarng yang kedua membuat Aku senang, karena ia senang pada apa-pun yang Aku berikan padanya. Kesenangannya kepada pemberian-Ku menyebabkan aku senang kepada-NYa.