Selasa, 17 Mei 2011

MALARIA

MALARIA
A. Definisi Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles). Secara epidemiologi penyakit malaria dapat menyerang orang baik laki-laki maupun perempuan, pada semua golongan umur, dari bayi sampai orang dewasa.
B. Klasifikasi Malaria
Ada beberapa macam plasmodium malaria, yaitu :
1. Plasmodium Vivax : penyebab penyakit malaria tersiana
2. Plasmodium Ovale : penyebab penyakit malaria ovale
3. Plasmodium Falsifarum : penyebab penyakit malaria falciparum
4. Plasmodium Malariae : penyebab penyakit malaria kuartana
5. Plasmodium Knowlesi ( Baru ditemukan di malaysia )
C. Epidemiologi Malaria
Malaria ditemukan di daerah-daerah mulai 600 utara sampai dengan 320 selatan dari daerah dengan ketinggian 2666 m (Bolivia), sampai dengan daerah yang terletak 433 m dibawah permukaan laut.
Di indonesia malaria ditemukan tersebar luas pada semua pulau dengan derajat dan berat infeksi yang bervariasi. Di suatu derah dapat terjadi epidemi (wabah), yaitu jika pada suatu waktu jumlah penderita meningkat secara tajam. Di suatu derah kedaan malaria disebut stabil jika di derah itu ada tranmisi yang tinggi secara terus menerus. Di derah seperti itu biasanya kekebalan penduduk adalah tinggi sehingga tidak mudah terjadi epidemi.
Di suatu daerah keadaan malaria disebut tidak stabil, jika transmisi di daerah itu tidak tetap. Di derah seperti ini kekebalan penduduk biasanya rendah, sehingga lebih mudah terjadi epidemi. Berat ringannya infeksi malaria pada suatu masyarakat diukur dengan densitas parasit. Berat ringannya infeksi malaria pada seseorang dikur dengan hitung parasit.
Sifat malaria juga dapat berbeda dari suatu dearh ke daerah lain, yang banyak tergantung pada beberapa faktor yaitu :
1. Parasit yang terdapat pada pengandung parasit
2. Manusia yang rentan
3. Nyamuk yang dapat menjadi vektor
4. Lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup masing-masing.
Pada 2008 terdapat 1,62 juta kasus malaria dan 2009 menjadi 1,14 juta kasus, selain itu jumlah penderita positif malaria (hasil pemeriksaan mikroskop terdapat kuman malaria) pada 2008, 266 ribu kasus dan masih 199 ribu kasus pada 2009.
Sedangkan di dunia, menurut data the World Malaria Report 2005, lebih dari 1,4 juta orang meninggal setiap tahun karena malaria, di mana 80 persen kematian ada di Afrika dan 15 persen di Asia, termasuk Eropa Timur.
Sementara itu, Kepala Seksi Public Health and Malaria Control (PHMC) PT Freeport Indonesia Kerry Yarongga mengatakan, dataran rendah Papua memiliki tingkat malaria tercatat yang tertinggi di Indonesia, bahkan di beberapa kawasan Papua, tingkat prevalensi malaria melampaui 75 persen yang menunjukkan intensitas penularan tinggi sepanjang tahun.
D. Mekanisme Penularan Malaria
Manusia tertulari manusia jika kemasukan sporozoit Plasmodium (P. falciparum, P. vivax, P. malariae, P. ovale) lewat gigitan nyamuk Anopheles betina yang infeksius. Nyamuk vektor terkena infeksi parasit malaria stadium gametosit yang berhasil mengalami gametogoni, singami dan sporogoni.
Penularan malaria ke manusia bisa bermacam-macam yaitu :
1. Alami yaitu secara inokulatif, sporozoit masuk tubuh manusia lewat gigitan nyamuk vektor.
2. Aksidental yaitu lewat transfusi darah atau jarum suntik yang terkontaminasi darah berparasit malaria yang hidup trofozoit langsung ke darah.
3. Secara sengaja yaitu dengan suntikan intravena atau transfusi untuk tujuan terapi layuh saraf (paresis).
Indikator biologis penularan malaria yaitu :
1. Kasus malaria di suatu daerah atau tempat adalah salah satu indikator biologis malaria.
2. Ada kasus, berarti ada orang dengan infeksi parasit malaria, Plasmodium, salah satu campuran (mixed).
3. Ada kasus malaria berari ada nyamuk vektornya, Anopheles sp, spesiesnya apa perlu diteliti/dibuktikan adanya kepadatan, dsb.
4. Adanya vektor yang positif (dengan pembedahan kelenjar liur atau reaksi imunologis) menunjukkan bahwa lingkungan setempat cocok untuk kelangsungan hidup vektor, umur vektor cukup panjang untuk mendukung dilampauinya masa inkubasi ekstrinsik Plasmodium dalam nyamuk vektor, yang berarti pula kelembaban dan suhu udara optimal untuk nyamuk dan parasit malaria.
E. Pencegahan Malaria
1. Menghindari gigitan nyamuk Anopheles yang dilakukan dengan cara:
• Menggunakan obat nyamuk : bakar, spray, elektrik.
• Memakai kelambu
• Memakai pakaian yang dapat menutupi badan, dari mata kaki hingga pergelangan tangan
• Mengolesi badan dengan obat anti nyamuk
• Memasang kawat kasa
• Menjauhkan kandang ternak dari rumah
• Menghindari berada diluar rumah pada malam hari
2. Membersihkan tempat hinggap/peristirahatan nyamuk Anopheles yang perlu dilakukan adalah:
• Membersihkan semak-semak
• Melipat kain-kain yang bergantungan
• Membuka jendela dan memasang genteng kaca
• Mengecat rumah dengan warna terang
3. Meniadakan tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles yang dilakukan dengan cara :
• Mengalirkan air tergenang
• Menimbun lubang/kubangan/cekungan tanah yang dapat menampung air
• Memelihara ikan (mujair) pada lagun.
• Membersihkan sampah (misalnya dedaunan) yang ada di air
• Tidak melakukan penambangan liar yang menyebabkan adanya genangan liar yang tidak terpelihara.
F. Rekomendasi
1. Perlunya perhatian yang besar dari masyarakat untuk melakukan pencegahan melalui pemberantasan sarang nyamuk seperti, mengubur barang bekas, menaburkan bubuk abate pada bak penampungan air.
2. Perlunya digiatkan para kader pemantau jentik nyamuk yang tersebar di seluruh Indonesia.
3. Kerjasama lintas sektor, seperti dari dinas PU( Pekerjaan Umum) berperan dalam tata ruang wilayah, irigasi, penyediaan tempat sampah, dan para petugas pembersih. Hal ini dapat membantu dalam mengurangi genangan air dari sampah-sampah.













AMOEBIASIS

A. Definisi Amoebiasis
Amoebiasis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi Entamoeba histolyca, protozoa usus yang umumnya hanya menyerang manusia, namun juga dapat menimbulkan penyakit pada kera atau primate lainnya. Parasit ini dalam keadaan tertentu dapat menyebar ke organ-organ tubuh selain usus, misalnya hati.

B. Klasifikasi Amoebiasis
Klasifikasi amoebiasis menurut WHO (1968) dibagi dalam asimtomatik dan simptomatik, sedang yang termasuk amoebiasis simptomatik yaitu amoebiasis intestinal yaitu dysentri, non-dysentri colitis, amoebic appendicitas ke orang lain oleh pengandung kista entamoeba hitolytica yang mempunyai gejal klinik (simptomatik) maupun yang tidak (asimptomatik).
C. Epidemiologi Amoebiasis
Entamoeba histolytica pertama kali ditemukan oleh Losh tahun 1875 dari tinja disentrai seorang penderita di Leningrad, Rusia. Pada autopsi, Losh menemukan Entamoeba histolytica bentuk trofozoit dalam usus besar, tetapi ia tidak mengetahui hubungan kausal antara parasit ini dengan kelainan ulkus usus tersebut.
Pada tahun 1893 Quiche dan Roos rnenemukan Entamoeba histolytica bentuk kista, sedangkan Schaudin tahun 1903 memberi nama spesies Entamoeba histolytica dan membedakannya dengan amoeba yang juga hidup dalam usus besar yaitu Entamoeba coli. Sepuluh tahun kemudian Walker dan Sellards di Filiphina membuktikan dengan eksperimen pada sukarelawan bahwa entamoeba histolytica merupakan parasit komensal dalam usus besar.
Amoebiasis tersebar luas diberbagai negara diseluruh dunia. Pada berbagai survei menunjukkan frekuensi diantara 0,2 -50 % dan berhubungan langsung dengan sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai pada daerah tropik dan subtropik yang sanitasinya jelek, dan banyak dijumpai juga di rumah-rumah sosial, penjara, rumah sakit jiwa dan lain-lain.
Di Indonesia, amoebiasis kolon banyak dijumpai dalam keadaan endemi. Prevalensi Entamoeba histolytica di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10–18 %. Amoebiasis juga tersebar luas diberbagai negara diseluruh dunia. Pada berbagai survei menunjukkan frekuensi diantara 0,2 -50 % dan berhubungan dengan sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai pada daerah tropik dan subtropik yang sanitasinya jelek.
Di RRC, Mesir, India dan negeri Belanda berkisar antara 10,1 –11,5%, di Eropa utara 5 -20%, di Eropa Selatan 20 -51 % dan di Amerika Serikat 20%. Frekuensi infeksi Entamoeba histolytica diukur dengan jumlah pengandung kista. Perbandingan berbagai macam amoebiasis di Indonesia adalah sebagai berikut, amoebiasis kolon banyak ditemukan, amoebiasis hati hanya kadang-kadang amubiasis otak lebih jarang lagi dijumpai.
D. Mekanisme Penularan Amoebiasis
Penularan terjadi terutama dengan mengkonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi tinja dan mengandung kista amoeba yang relatif resisten terhadap klorin. Penularan mungkin terjadi secara seksual melalui kontak oral-anal. Penderita dengan disentri amoeba akut mungkin tidak akan membahayakan orang lain karena tidak adanya kista dan trofosoit pada kotoran.

Gambar. Infeksi amoebiasis


E. Pencegahan Amoebiasis
Oleh karena penularan umumnya terjadi melalui makanan atau minuman yang tercemar dengan tinja penderita, maka upaya pencegahan ditekankan pada perseorangan maupun pada masyarakat, misalnya dilakukan dengan cara:
1. Menganjurkan mereka untuk selalu memasak makanan dan minuman terlebih dahulu sebelum dikonsumsi,
2. Menutup dengan baik makanan yang dihidangkan untuk menghindari kontaminasi oleh lalat dan lipas,
3. Tidak menggunakan tinja manusia untuk pupuk,
4. Orang yang bekerja di laboratotium harus hati-hati terutama pada waktu menangani hewan coba golongan primate beserta tinjanya.
5. Sistemn pembuangan tinja hendaknya dilakukan dengan baik, sehingga tidak mencemari sumber air minum atau sumur.
6. Terhadap karier amubiasis harus dilakukan upaya penemuan penderita untuk kemudian dilakukan pengobatan yang intensif sampai benar-benar sembuh, agar tidak selalu menjadi sumber penularan amubiasis bagi masyarakat sekelilingnya.
F. Rekomendasi
1. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang kebersihan perorangan, terutama pembuangan tinja yang saniter, dan mencuci tangan sesudah buang air besar dan sebelum memasak atau menjamah makanan.
2. Menyebarkan informasi tentang risiko mengkonsumsi buah atau sayuan mentah atau yang tidak dimasak dan minum air yang tidak terjamin kebersihannya.
3. Mengobati orang yang diketahui sebagai “carriers”; perlu ditekankan pentingnya mencuci tangan dengan baik sesudah buang air besar untuk menghindari infeksi ulang dari tetangga atau anggota keluarga yang terinfeksi.
4. Memberikan penyuluhan kepada orang dengan risiko tinggi untuk menghindari hubungan seksual oral yang dapat menyebabkan penularan fekal-oral.
5. Instansi kesehatan sebaiknya membudayakan perilaku bersih dan sehat bagi orang-orang yang menyiapkan dan mengolah makanan untuk umum dan menjaga kebersihan dapur dan tempat-tempat makan umum. Supervisi yang ketat perlu dilakukan terhadap pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat ini.
TOXOPLASMOSIS

A. Definisi Toxoplasmosis
Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal dengan nama Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit intraseluler yang banyak terinfeksi pada manusia dan hewan peliharaan. Penderita toxoplasmosis sering tidak memperlihatkan suatu gejala klinis yang jelas sehingga dalam menentukan diagnosis penyakit toxoplasmosis sering terabaikan dalam praktek dokter sehari-hari. Apabila penyakit toxoplasmosis mengenai wanita hamil trismester ketiga dapat mengakibatkan hidrochephalus, khorioretinitis, tuli atau epilepsi.
B. Klasifikasi Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat dalam tiga bentuk yaitu :
1. Bentuk Takizoit (Bentuk Proliferatif)
Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan ujung yang runcing dan ujung lain agak membulat. Ukuran panjang 4-8 mikron, lebar 2-4 mikron dan mempunyai selaput sel, satu inti yang terletak di tengah bulan sabit dan beberapa organel lain seperti mitokondria dan badan golgi (Levine, 1990). Tidak mempunyai kinetoplas dan sentrosom serta tidak berpigmen. Bentuk ini terdapat di dalam tubuh hospes perantara seperti burung dan mamalia termasuk manusia dan kucing sebagai hospes definitf. Takizoit ditemukan pada infeksi akut dalam berbagai jaringan tubuh. Takizoit dapat memasuki tiap sel yang berinti.
2. Bentuk Kista (Berisi Bradizoit)
Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada berukuran kecil hanya berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kira-kira 3000 bradizoit. Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukan seumur hidup terutama di otak, jantung, dan otot bergaris (Krahenbuhl dan Remington, 1982).


3. Ookista (Berisi Sporozoit)
Ookista berbentuk lonjong, berukuran 11-14 x 9-11 mikron. Ookista mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua sporoblas. Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas membentuk dinding dan menjadi sporokista. Masing-masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang berukuran 8 x 2 mikron dan sebuah benda residu (Frenkel, 1989 ; Levine, 1990).
C. Epidemiologi Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii ditemukan di seluruh dunia. Penyebaran parasit ini sangatlah cepat. Infeksi terjadi, di mana ada kucing yang mengeluarkan ookista bersama tinjanya. Ookista ini adalah bentuk yang infektif dan dapat menular pacta manusia atau hewan lain.
Seekor kucing dapat mengeluarkan sampai 10 juta ookista sehari selama 2 minggu. Di dalam tanah yang lembab dan teduh, ookista dapat hidup lama sampai lebih dari satu tahun. sedangkan tempat yang terkena sinar matahari langsung dan tanah kering dapat memperpendek hidupnya.
Pada manusia prevalensi zat anti T. gondii yang di periksa dengan tes warna di berbagai negara adalah: USA 13-68 %, Austria 7-62 %, El Salvador 40-93 %, Finlandia 7-35 %, Inggris 8-25 %, Paris 33-87 %, Tahiti 45-77 % (Remington dan Desmonts, 1982 cite Gandahusada, 1994). Di Jepang 59-78 % pada pekerja rumah potong hewan dan 21,7 % pada populasi penduduk dengan umur sama (Konishi, 1986 ; Takahashi dan Konishi, 1986).
Di Indonesia, prevalensi zat anti T. gondii pada hewan adalah sebagai berikut : kucing 35-73 %, babi 11-36 %, kambing 11-61 %, anjing 75 % dan pada ternak lain kurang dari 10 % (Gandahusada, 1995).
Pada penelitian selanjutnya, titer IRA >.1 : 256 ditentukan sebagai batas positif, karena titer ini menunjukan pemaparan yang baru terjadi. Kemudian dilaporkan prevalensi dari berbagai daerah yang lebih rendah yaitu: Surabaya, Jawa Timur 8,9 % (Yamamoto dkk. 1970); Lembah Lindu, Sulawesi Tengah 7,9% (Clarke dkk. 1975) : Lembah Palu, Sulawesi Tengah 16 % (Cross dkk. 1975a); Boyolali, Jawa Tengah 2 % (Cross dkk. 1975b); Sumatera Utara 9 % (Cross dkk. 1975c); Kalimantan Barat 3 % (Cross dkk. 1975d); Jakarta 10 % pada mahasiswa Universitas Swasta (partono & Cross, 1975); 12,5 % dari 184 mahasiswa dan 96 orang karyawan Universitas Indonesia (Gandahusada, 1978); Obano, Irian Jaya, 34,6 % (Gandahusada dan Endardjo, 1980) dan Menado, Sulawesi Utara 60 % (Kapojos, 1988) dengan titer IHA > 1 : 128 sebagai batas positif.
Prevalensi toksoplasmosis pada berbagai kelompok etnik telah diteliti dan dilaporkan, 18 % pada mahasiswa pribumi dan 7 % pada mahasiswa keturunan Cina (partono dan Cross, 1975). Dan pada penelitian lain Gandahusada (1978) prevalensi adalah 14,3 % pada kelompok pribumi dan 2,3 % pada kelompok keturunan Cina.

D. Mekanisme Penularan Amoebiasis
Penularan toksoplasmosis ada yang menular dari hewan satu ke hewan lainnya dan ada yang menular dari hewan ke manusia.
1. Penularan dari hewan satu ke hewan lainnya
Kucing dapat tertulari toksoplasmosis setelah memangsa hewan-hewan yang berperan sebagai induk semang (host) sementara, seperti tikus atau burung yang mengandung kisata atau mengandung oosit yang bersporulasi. Setelah melalui proses pencernaan, oosit yang jumlahnya jutaan dikeluarkan kembali bersama feses (tinja) kucing. Ditanah, oosit mengalami sporulasi sehingga dapat menginfeksi hewan lainnya.
Sapi, kambing, domba, babi, dan kuda dapat tertulat toksoplasmosis apabila memakan rumput atau meminum air yang tercemar tinja kucing atau family Felidae lainnya yang mengandung oosit.

2. Penularan toksoplasmosis dari hewan ke manusia
Toksoplasma paling sering ditularkan pada manusia melalui kucing. Penularannya dapat terjadi peroral melalui makanan yang tercemari oosit yang sudah bersporulasi (membentuk spora) yang terdapat pada feses (tinja) kucing. Penularan juga dapat terjadi melalui daging yang mengandung kista yang tidak dimasak dengan baik.
Penularan dari ibu hamil ke fetus dapat terjadi melalui plasenta (transplasental). Pembuktian bahwa seorang ibu hamil positif terjangkit toksoplasmosis adalah melalui uji serologis di laboratorium.



E. Pencegahan Toxoplasmosis
Agar toksoplasmosis tidak menular ke manusia, adapun upaya pencegahan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Memasak daging pada suhu 66°C atau dibekukan pada suhu -20°C untuk meminimalkan parasit toxoplasma.
2. Menghindari kontak langsung dengan tanah yang berpotensi sebagai tempat ookista.
3. Hindari kontaminasi silang antara bahan mentah dengan bahan makanan yang telah matang.
4. Membiasakan mencuci sayur dan buah yang akan dikonsumsi.
5. Membersihkan tangan dengan sabun setelah mempersiapkan daging mentah untuk dimasak.
6. Membuang feses kucing dari kandang kucing setiap hari untuk mencegah ookista sporulasi.
7. Melakukan disinfeksi kandang kucing dengan menggunakan air mendidih.
8. Tidak memberikan kucing daging mentah.
9. Ibu hamil menghindari kontak dengan tinja kucing.
10. Sapi, kambing, domba dan ruminansia lainnya yang tertular tidak dikonsumsi, tapi dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur.
F. Rekomendasi
1. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang sanitasi lingkungan seperi kebersihan kandang ternak.
2. Menyebarkan informasi tentang risiko mengkonsumsi buah atau sayuan mentah atau yang tidak dimasak dan minum air yang tidak terjamin kebersihannya.
3. Instansi kesehatan sebaiknya membudayakan perilaku bersih dan sehat bagi orang-orang yang menyiapkan dan mengolah makanan untuk umum dan menjaga kebersihan dapur dan tempat-tempat makan umum. Supervisi yang ketat perlu dilakukan terhadap pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat ini.

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau yang secara internasional dikenal sebagai foot and mouth disease merupakan penyakit hewan yang paling ditakuti oleh semua negara di dunia, karena sangat cepat menular dan menimbulkan kerugian ekonomi yang luar biasa besarnya. Seluruhnya ada 15 jenis penyakit hewan menular berbahaya, yang secara ekonomis sangat merugikan, yang dimasukkan dalam daftar A oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties). Salah satu penyakit tersebut adalah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Ledakan wabah PMK pertama kali diketahui di Indonesia tahun 1887 di daerah Malang, Jawa Timur, kemudian penyakit menyebar ke berbagai daerah seperti Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Kampanye vaksinasi massal memberantas PMK dimulai tahun 1974 sehingga pada periode 1980 - 1982 tidak tercatat lagi kasus PMK. Pada tahun 1983 tiba-tiba muncul lagi kasus di Jawa Tengah dan menular kemana-mana. Melalui program vaksinasi secara teratur setiap tahun, wabah dapat dikendalikan dan kasus PMK tidak muncul lagi. Pada tahun 1986 Indonesia menyatakan bebas PMK. Hal ini diakui di lingkungan ASEAN sejak 1987 dan diakui secara internasional oleh organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties – OIE) tahun 1990. Pada tahun 2001 hanya ada 5 negara di dunia yang bebas dari PMK yaitu Kanada, Australia, Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Indonesia.




1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
2. Apa penyebab Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
3. Bagaiamana penularan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
4. Bagaimana gejala klinis Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
5. Bagaimana menegakkan diagnosa Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
6. Berapa lama masa inkubasi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
7. Bagaimana distribusi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
8. Bagaimana pencegahan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
9. Bagaimana pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
10. Bagaimana penanggulangan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
2. Untuk mengetahui agen penyebab Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
3. Untuk mengetahui sumber penular Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
4. Untuk mengetahui gejala klinis Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
5. Untuk mengetahui diagnosa yang dapat ditegakkan untuk Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
6. Untuk mengetahui masa inkubasi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
7. Untuk mengetahui distribusi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
8. Untuk mengetahui pencegahan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
9. Untuk mengetahui pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
10. Untuk mengetahui penanggulangan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau Aphthae epizooticae, Foot and mouth disease (FMD) adalah salah satu penyakit menular pada sapi, kerbau, babi, kambing, rusa ,domba dan hewan berkuku genap lainnya seperti gajah, mencit, tikus, dan babi hutan. Kasus yang menyerang manusia sangat jarang.
PMK atau yang secara internasional dikenal sebagai foot-and-mouth disease merupakan penyakit hewan yang paling ditakuti oleh semua negara di dunia, terutama negara-negara pengekspor ternak dan produksi ternak, karena sangat cepat menular dan menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat luar biasa besarnya. Seluruhnya ada 15 jenis penyakit hewan menular berbahaya, yang secara ekonomis sangat merugikan, yang dimasukkan dalam daftar A oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties). Salah satu penyakit tersebut adalah PMK.
Meskipun persoalan PMK sampai dengan saat ini dianggap hanyalah merupakan masalah kesehatan hewan dan tidak menyentuh kesehatan manusia, akan tetapi dampak PMK menjadi sangat luas mengingat keterkaitannya dengan aspek penting yang mempengaruhi kehidupan manusia yaitu aspek ekonomi dan perdagangan.

2.2. Penyebab Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
Penyakit mulut dan kuku disebabkan oleh enterovirus yang sangat kecil dari famili Picornaviridae, Genus Aphtovirus. Ada tujuh tipe virus PMK, yakni A, O, C, Asia¸ South African Teritorry (SAT) 1, 2, 3. Setiap tipe virus PMK masih terbagi lagi menjadi sub tipe dan galur (strain). Sejauh ini di Indonesia hanya ada satu virus PMK, yakni virus tipe O. Virus penyebab PMK ini berdiameter 10 – 20 milimikron dan terbentuk dari Ribonucleic acid (RNA) serta diselubungi oleh protein. Sifat-sifat virusnya yaitu :
1. Sangat labil
2. Antigenisitasnya cepat dan mudah berubah
3. Tidak tahan pH asam dan basa
4. Panas, sinar UV
5. Desinfektans
6. Karena terdapat protein virus PMK tahan berbulan-bulan terhadap kekeringan dan dingin

2.3. Sumber Penular
Sumber penular virus PMK adalah semua hewan yang peka terhadap virus PMK, yakni hewan berkuku genap, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi, gajah, jerapah, dan menjangan.

2.4. Gejala Klinis
1. Pada Manusia
Penyakit ini hampir selalu bersifat subklinis, tetapi virus dapat bertahan di farings dan tonsil sampai dua minggu. Mungkin terdapat demam dengan vesikel pada bibir, mulut, kaki, dan tangan untuk beberapa hari.
2. Pada Hewan
Secara klinis, tanda-tanda hewan yang terserang PMK adalah lesu/lemah, suhu tubuh meningkat (dapat mencapai 41oC), hipersalivasi, nafsu makan berkurang, enggan berdiri, pincang, bobot tubuh berkurang, produksi susu menurun bagi ternak penghasil susu, dan tingkat kesakitan sampai 100%. Tingkat kematian pada hewan dewasa umumnya rendah, namun biasanya tinggi pada hewan muda mycocarditis. Tanda khas PMK adalah lepuh-lepuh berupa tonjolan bulat yang berisi cairan imfe pada rongga mulut, lidah sebelah atas, bibir sebelah dalam, gusi, langit-langit, lekukan antara kaki dan di ambing susu.

2.5. Penegakan Diagnosis
Diagnosis dari penyakit mulut dan kuku didasarkan pada gejala klinis yang ditimbulkan. Selain itu dilakukan koleksi sampel pada hewan yang menderita untuk diperiksa dilaboratorium. Sampel isolasi dapat diambil melalui cairan lepuh, keropeng bekas lepuh, dan sampel darah.

2.6. Penularan
Pada hewan, penularan virus PMK umumnya terjadi secara kontak dalam kelompok hewan atau per os lewat makanan, minuman, atau alat-alat yang tercemar virus. Meskipun virus PMK relatif peka terhadap lingkungan di luar tubuh hewan, namun angka kesakitan dapat sangat tinggi karena hewan tertular mengeluarkan virus dalam jumlah sangat banyak lewat ekskreta (tinja, urine), terutama air liur.
Penularan virus PMK dapat pula terjadi lewat bahan makanan beku yang mengandung tulang atau kelenjar limfe. Sebenarnya, virus PMK dalam daging menjadi inaktif (mati) saat terjadi pelayuan daging, ketika pH daging menjadi asam, namun virus PMK yang berada di dalam sumsum tulang dan kelenjar limfe masih tetap hidup. Oleh karena itu, beberapa negara mensyaratkan pengiriman daging dari negara tertular PMK tidak boleh mengandung tulang dan kelenjar limfe, di samping persyaratan lain.
Orang yang bertugas di kandang dokter hewan, dan petugas kesehatan hewan dapat menularkan penyakit dari suatu peternakan tertular ke peternakan lainnya lewat sepatu atau alat lain yang tercemar virus PMK.

2.7. Masa Inkubasi
Manusia : Tidak tentu.
Hewan : 1 – 21 hari tetapi biasanya 3 – 8 hari.

2.8. Distribusi Penyakit
Badan Pangan Dunia (Food Agriculture Organization) dalam siaran persnya pada tahun 2000 yang lalu telah memperingatkan dunia bahwa setiap negara dalam tahun belakangan ini perlu mewaspadai kenyataan munculnya wabah PMK yang jangkauannya telah melampaui batas kontinen dan kecenderungannya untuk berkembang menjadi krisis global. Wabah PMK yang telah menjadi pandemi diberi nama “Pan Asia”.
Pan Asia pertama kali muncul di India utara pada tahun 1990 dan menyebar ke Arab Saudi, kemungkinan melalui perdagangan domba dan kambing hidup, dan kemudian menjalar ke negara-negara tetangganya di Timur Tengah. Pada tahun 1996 meluas sampai ke Eropa, dimana wabah PMK terjadi di Turki, dan dari sini mencapai Yunani dan Bulgaria.
Dari India menyebar ke arah timur dan barat – ke Nepal pada tahun 1993 dan 1994, Taiwan pada tahun 1997, Butan pada tahun 1998, Tibet dan Hae di China pada tahun 1999. Pada akhir tahun 1999 dan 2000, wabah sudah menyebar hampir di seluruh Asia Tenggara (Vietnam, Myanmar, Thailand, Kamboja dan Malaysia). Pada tahun 2000, dua negara di Timur Jauh juga takluk pada wabah Pan Asia yaitu Jepang dan Korea. Jepang telah bebas PMK sejak tahun 1908, dan Korea sejak tahun 1934. Kedua negara tersebut memiliki aturan yang ketat dalam hal importasi hewan dan daging. Persinggahan Pan Asia yang paling akhir sebelum mencapai Inggris adalah Afrika Selatan.
Penyakit mulut kuku adalah penyakit akut dan sangat menular pada: Sapi, kerbau, babi, kambing, domba dan hewan berkuku genap lainnya. Sedangkan hewan berkuku satu (kuda dll.nya) kebal terhadap virus ini. PMK di Indonesia dikenal sejak tahun 1887 dan pertama kali ditemukan di Pulau Jawa. Di Indonesia PMK dilaporkan pertama di Malang tahun 1887 kemudian menjalar ke: Bangil, Probolinggo, Lumajang, Jember sampai Banyuwangi (Jawa Timur). Kemudian dari tahun ke tahun PMK berjangkit hampir keseluruh Indonesia. Hanya ada 5 negara di dunia yang bebas dari PMK (2001): Kanada, Australia, Amerika Serikat,Selandia Baru, Indonesia
Dengan memperhitungkan kelayakan bahwa PMK bisa diberantas berdasarkan beberapa faktor keuntungan yang dimiliki, maka pada waktu itu. Pemerintah Indonesia memutuskan untuk melaksanakan program pemberantasan secara besar-besaran yang dimulai sejak tahun 1974–1985. Faktor keuntungan tersebut antara lain situasi geografis Indonesia yang terdiri dari kepulauan di mana laut dapat digunakan sebagai hambatan alam dalam mencegah penularan penyakit.
Hanya ada tiga pulau atau wilayah yang dinyatakan tertular, yaitu Pulau Jawa, Bali, dan Sulawesi. Sedangkan batas darat antara Kalimantan dengan Malaysia Timur (Sabah dan Serawak), dan antara Irian Jaya dengan Papua Niugini (PNG), juga secara tradisionil dikenal sebagai wilayah bebas PMK.
Faktor keuntungan lain adalah tipe virus PMK di Indonesia hanya ada satu jenis yaitu tipe O. Pemikiran lain yang juga mendukung adalah pada saat itu Indonesia aktif melakukan impor bibit ternak dalam upaya meningkatkan tingkat produktivitas ternak lokal dan diasumsikan kenaikan tingkat produktivitas di masa depan akan sulit dicapai tanpa membebaskan populasi ternak dari PMK.
Dengan semakin meningkatnya secara luar biasa lalu lintas orang dan hewan antar negara dalam dekade ini, yang membuat batas antar negara semakin tidak tampak (borderless country), maka penerapan Perjanjian Sanitary and Phytosanitary (SPS), yang mengatur tindakan suatu negara untuk melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, perlu dimanfaatkan seluas-luasnya untuk mencegah Indonesia tertular kembali.

2.9. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah masuknya binatang dan hasil-hasilnya dari negara-negara dimana terdapat penyakit tersebut. Vaksinasi binatang yang rentan terhadap penyakit pada daerah perbatasan antara daerah yang terinfeksi dan yang tidak. Pemusanahan hewan-hewan yang terinfeksi dan yang kontak dengannya ketika terjadi wabah di daerah yang bukan enzootik.
Tindakan Kewaspadaan PMK Pemantauan dan Antisipasi oleh Petugas Dinas Peternakan/Kehewanan dan Karantina Petugas Dinas Peternakan/Kehewanan dan Karantina dapat mengantisipasi masuknya PMK melalui impor ternak dan hasil ternak serta timbulnya kembali kejadian PMK dengan melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Pengamatan aktif di lapang, di tingkat kecamatan atau desa, terutama pada lokasi yang pernah timbul wabah PMK serta tempat-tempat rawan seperti pasar hewan, RPH, dan daerah penggembalaan.
2. Sosialisasi kepada peternak mengenai tanda-tanda khas PMK. Bila ada kasus yang dicurigai, segera melapor ke Dinas Peternakan/ Kehewanan setempat.
3. Dalam waktu 24 jam petugas wajib lapor ke Dinas Peternakan/ Kehewanan setempat bila ada kasus yang dicurigai, kemudian diteruskan ke Dinas Peternakan/ Kehewanan Kabupaten, Propinsi dan ke Pusat. Pemantauan dan Antisipasi oleh Petugas Laboratorium Laboratorium Pusat Veterinaria Farma (Pusvetma) di Surabaya dan Balai Penyidik Penyakit Hewan (BPPH) Wilayah I, bekerja sama dengan Dinas Peternakan/Kehewanan setempat, setiap tahun sekali mengadakan pemantauan ke lapang, terutama di daerah-daerah yang berbatasan dengan Negara tetangga atau lokasi yang pernah timbul wabah. Pemantauan secara laboratoris oleh Pusvetma dan BPPH ditujukan terutama untuk uji serologis. Pengamatan laboratorium lebih lanjut dengan pemeriksaan biologis dan isolasi virus perlu dilakukan bila ada kasus yang dicurigai.

2.11. Pengendalian
Untuk mengendalikan penyakit ini dapat dilakukan vaksinasi , tergantung pada keadaan setempat. Mengendalikan arus lalu lintas ternak,dalam hal ini pengawasan daging-daging ternak ,seperti tempat pemotongan daging,pasar dan lain-lain. Melalui cara sebagai berikut :
1. Daging PMK boleh dijual belikan asalkan dilayukan selama 24 jam
2. Tulang, jeroan, dan kepala : direbus dahulu
3. Kulit : pemanasan dan pengeringan sempurna
4. Air susu : pasteurisasi susu tidak cukup untuk membunuh virus karena virus dapat berlindung dalam bahan-bahan susu spt: lemak, sisa-sisa sel dsb.nya.

2.11. Penanggulangan Wabah
Ketika terjadi wabah,maka perlu dilakukan penanggulangan melalui Kebijakan sebagai berikut.
 Pengamatan terhadap manusia, hewan berkuku genap
 Pengobatan terhadap penderita
 Pemberantasan hewan terinfeksi,seperti mengisolasi,membakar hewan yang mati .
 Perbaikan lingkungan.

2.12. Dampak dari PMK
Kerugian Akibat PMK akan mendatangkan kerugian yang cukup besar karena hal-hal berikut ini:
1. Penurunan produktivitas kerja ternak. Pada sapi potong, produktivitas kerja ternak penderitan PMK akan menurun. Penurunan bobot hidup.
2. Ternak yang menderita PMK sulit mengonsumsi, mengunyah dan menelan pakan, bahkan pada kasus yang sangat parah, ternak tidak dapat makan sama sekali. Akibatnya, cadangan energi tubuh akan terpakai terus hingga akhirnya bobot hidup menurun dan ternak menjadi lemas.
3. Gangguan fertilitas. Ternak produktif yang terserang PMK akan kehilangan kemampuan untuk melahirkan setahun setelah terserang penyakit tersebut. Ternak baru dapat beranak kembali setelah dua tahun kemudian. Jika pada awalnya seekor ternak mampu beranak lima ekor, karena penyakit ini kemampuan melahirkan menurun menjadi tiga ekor atau kemampuan menghasilkan anak menurun 40%.
4. Kerugian ekonomi akibat penutupan pasar hewan dan daerah tertular. Dalam keadaan terjadi serangan PMK, seluruh kegiatan di pasar hewan dan rumah pemotongan hewan (RPH) ditutup. Akibatnya, pekerja di pasar hewan dan RPH, pedagang ternak, serta pengumpul rumput akan kehilangan mata pencaharian selama jangka waktu yang tidak menentu.
5. Hilangnya peluang ekspor ternak, hasil ikutan ternak, hasil bahan hewan, dan pakan.
6. Pada manusia ketika terjadi kontak dapat menimbulkan gejala seperti flu, dan akibat terburuknya dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian.













BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. PMK adalah penyakit hewan yang menyerang hewan berkuku genap seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi dan hewan liar seperti menjangan, lhama, kanguru, yaks serta hewan peka lainnya seperti gajah, armadillo dan tikus.
2. Penyakit mulut dan kuku disebabkan oleh enterovirus yang sangat kecil dari famili Picornaviridae, Genus Aphtovirus.
3. Sumber penular virus PMK adalah semua hewan yang peka terhadap virus PMK, yakni hewan berkuku genap, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi, gajah, jerapah, dan menjangan. Pada hewan, penularan virus PMK umumnya terjadi secara kontak dalam kelompok hewan atau per os lewat makanan, minuman, atau alat-alat yang tercemar virus.
4. Pada manusia penyakit ini hampir selalu bersifat subklinis, tetapi virus dapat bertahan di farings dan tonsil sampai dua minggu. Mungkin terdapat demam dengan vesikel pada bibir, mulut, kaki, dan tangan untuk beberapa hari. Pada hewan secara klinis, tanda-tanda hewan yang terserang PMK adalah lesu/lemah, suhu tubuh meningkat (dapat mencapai 41oC), hipersalivasi, nafsu makan berkurang, enggan berdiri, pincang, bobot tubuh berkurang, produksi susu menurun bagi ternak penghasil susu, dan tingkat kesakitan sampai 100%.
5. Penegakan diagnosis dari penyakit mulut dan kuku didasarkan pada gejala klinis yang ditimbulkan. Selain itu dilakukan koleksi sampel pada hewan yang menderita untuk diperiksa dilaboratorium. Sampel isolasi dapat diambil melalui cairan lepuh, keropeng bekas lepuh, dan sampel darah.
6. Masa Inkubasi pada manusia tidak tentu dan pada hewan dapat berlangsung 1 – 21 hari tetapi biasanya 3 – 8 hari.
7. Distribusi penyakit kuku dan mulut sudah tersebar secara luas di berbagai negara di dunia., seperti Inggris, Korea, Jepang, dan beberapa negara lainnya.
8. Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah masuknya binatang dan hasil-hasilnya dari negara-negara dimana terdapat penyakit tersebut. Vaksinasi binatang yang rentan terhadap penyakit pada daerah perbatasan antara daerah yang terinfeksi dan yang tidak. Pemusanahan hewan-hewan yang terinfeksi dan yang kontak dengannya ketika terjadi wabah di daerah yang bukan enzootik.
9. Untuk mengendalikan penyakit ini dapat dilakukan vaksinasi , tergantung pada keadaan setempat. Mengendalikan arus lalu lintas ternak,dalam hal ini pengawasan daging-daging ternak ,seperti tempat pemotongan daging,pasar dan lain-lain.
10. Ketika terjadi wabah,maka perlu dilakukan penanggulangan melalui Kebijakan sebagai berikut.
a. Pengamatan terhadap manusia, hewan berkuku genap
b. Pengobatan terhadap penderita
c. Pemberantasan hewan terinfeksi,seperti mengisolasi,membakar hewan yang mati .
d. Perbaikan lingkungan.
3.2. Saran
Penyakit mulut dan kuku merupakan salah satu penyakit zoonosis yang penting untuk diketahui,dan diberantas,karena penularannya melalui udara(Air Born Deseases).Dalam penalataksanaan perlu ada lintas sector dari setiap pihak.seperti depertemement pertanian (dirjen peternakan) selaku pengelola,dinas kesehatan selaku pengawas ,serta depertement perdagangan selaku pemberi kebijakan terhadap lalu lintas perdagangan daging.Sehingga penyakit mulut dan kuku tidak penyebabkan wabah di seluruh dunia,khususnya di Indonesia

Rabu, 11 Mei 2011

FLU BABI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (tgl 30 April 2009) menaikkan status bahaya wabah flu babi ke tingkat 5 dalam skala pandemi (wabah global). Level ini berarti hanya satu tingkat menjelang kondisi terburuk. "Tingkat 5 berarti sudah terjadi penyebaran virus dari manusia ke manusia sedikitnya pada dua negara di satu wilayah (benua), Flu babi ini mendatangkan risiko terbesar terjadinya pandemi berskala besar sejak wabah avian flu yang muncul kembali pada tahun 2003 lalu dan menewaskan 257 orang dari 421 penderita di 15 negara (Anonim, 2009).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan wabah influenza A/H1N1 (flu babi) sebagai pandemi global. Kasus flu babi yang telah dikonfirmasi dilaporkan terjadi di banyak bagian dunia, termasuk Hong Kong. Virus flu babi yang semula diketahui beredar di antara populasi babi memang kadang-kadang menginfeksi manusia. Dalam wabah flu babi internasional sekarang ini telah terjadi penularan dari manusia ke manusia (departemen of health, 2009).
Sejak 24 April lalu Departemen Kesehatan Cina mengumandangkan tanda bahaya yang mengharuskan khalayak melaporkan adanya gejala flu babi terutama di gerbang masuk negara. Warga Cina, wisatawan asing dan orang-orang yang melakukan perjalanan dari wilayah terinfeksi harus menjalani pemeriksaan tanpa kecuali.
Kementerian Kesehatan juga meminta kerjasama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melakukan langkah-langkah dasar guna mencegah penyebaran penyakit itu di wilayahnya. Ia patut khawatir, karena dari sekitar 1.000 orang penderita seluruh dunia, di Meksiko telah tewas 60 orang dan sebegitu jauh di Amerika telah jatuh tujuh korban. (dahana, 2009)
Dengan merebaknya Flu Babi di beberapa negara dan kemungkinan masuknya penyakit tersebut ke Indonesia, dimana penyakit Flu Babi adalah termasuk penyakit zoonosa (dapat menular dari hewan ke manusia), maka penyakit tersebut perlu kita ketahui bersama. Flu babi adalah penyakit alat pernafasan yang seringkali secara enzootik /endemik (kejadian penyakit dalam periode tertentu pada suatu daerah yang seringkali terjadi kasus penyakit dengan jumlah yang selalu relatif sama dan biasa terjadi ) berjangkit pada perusahaan-perusahaan babi (Setijawati, 2009).
Namun demikian kasus Flu Babi yang terjadi pada manusia saat ini sudah bersifat pandemik (penyakit sudah tersebar ke mancanegara), dan penyakit Flu Babi yang saat ini baru muncul diinformasikan pertama terjadi di Meksiko sejak bulan Maret 2009. Tidak kurang dari 1400 orang terjangkit Flu Babi dan 103 orang diantaranya meninggal. Selain itu dilaporkan ada 20 kasus Flu Babi di Amerika Serikat, 4 kasus di Kanada dan 10 kasus di Selandia Baru (Setijawati, 2009).
Kerugian yang disebabkan penyakit pernafasan sudah banyak dilaporkan, virus flu babi merupakan penyakit yang memicu gejala-gejala atau sindrom penyakit pernafasan komplex. virus flu babi sebagai penyebab pertama dicirikan dengan adanya kematian yang rendah, derajat kesakitan tinggi dan kejadiannya sangat sebentar, jadi virus flu babi dapat dikatakan sebagai pemicu adanya infeksi bakteri sekunder.
Kerugian ekonomis yang terjadi dikarenakan infeksi virus influensa yang terus kembali berulang dan karena gejala klinis yang tidak terlihat akibat adanya respon kekebalan beberapa babi yang akan menjadi sakit kronis. Pada kelompok ternak dengan kondisi baik akan terlihat babi kerdil oleh karena laju pertumbuhan bobot badan yang lama sehingga terlambat untuk dijual. Dilaporkan juga adanya kenaikan kematian anak babi, fertilitas menurun, terjadi abortus pada kebuntingan tua yang dapat diikuti wabah penyakit pada kelompok ternak yang tidak kebal (Syafriati, 2008).






1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang di atas, maka masalah yang akan kita bahas yakni:
A. Apa Pengertian Flu Babi?
B. Apa agen yang menyebabkan terjadinya Flu Babi?
C. Bagaimana Cara penularan penyakit Flu Babi?
D. Bagaimanan gejala dari Flu Babi?
E. Berapa lama masa inkubasi virus penyebab Flu Babi?
F. Bagaimana distribusi dari penyakit Flu Babi?
G. Bagaimana cara pencegahan dari penyakit Flu Babi?
H. Bagaimana cara menanggulangi Wabah Flu Burung?

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah
Berdasarkam rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah:
A. Untuk mengetahui Pengertian Flu Babi,
B. Untuk mengetahui agen yang menyebabkan terjadinya Flu Babi,
C. Untuk mengetahui cara penularan penyakit Flu Babi,
D. Untuk mengetahui Bagaimanan gejala dari Flu Babi
E. Untuk mengetahui masa inkubasi virus penyebab Flu Babi,
F. Untuk mengetahui distribusi dari penyakit Flu Babi,
G. Untuk mengetahui cara pencegahan dari penyakit Flu Babi, dan
H. Untuk mengetahui cara menanggulangi Wabah Flu Burung.








BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Flu Babi
Flu babi merupakan penyakit yang sangat menular pada sistem pernapasan hewan babi yang disebabkan oleh Influenza Type A subtype H1N1. Swine influensa swine (flu, hog flu, pig flu) atau influensa babi adalah penyakit saluran pernafasan akut pada babi yang disebabkan oleh virus influensa tipe A.

2.2 Agen Flu Babi
Penyebab Flu Babi adalah virus Influenza Type A subtype H1N1 dari familia Orthomyxoviridae. Flu atau Influenza ada 2 Type yaitu :
1. Type A: menular pada unggas (ayam, itik dan burung ) serta Babi
2. Type B dan Type C: menular pada manusia
Sedangkan nama Influenza berasal dari bahasa Italia yang berarti “pengaruh“. Virus Influenza Type A ini pertama kali diisolasi pada tahun 1980. Saat ini ada subtype Flu Babi yang teridentifikasi yaitu H1N1, H1N2, H3N1 dan H2N2. Selain pada manusia, penyakit ini juga berjangkit pada unggas, babi, anjing, kucing, dan kuda (Setijawati, 2009).
Penyebab influensa yang ditemukan pada babi, bersamaan dengan penyakit yang langsung menyerang manusia. Pertama kali, virus influensa babi diisolasi tahun 1930, sudah banyak aspek dari penyakit tersebut yang diungkapkan, antara lain meliputi tanda klinis, lesi, imunitas, transmisi, adaptasi virus terhadap hewan percobaan dan hubungan antigenik dengan virus influensa lainnya serta kejadian penyakit di alam. Penyebab penyakit saluran pernafasan pada babi adalah virus influensa tipe A yang termasuk famili Orthomyxoviridae (Syafriati, 2008).
Alasan yang mungkin untuk itu adalah kenyataan bahwa babi dapat terinfeksi tidak hanya oleh flu babi, tetapi juga dengan jenis virus flu yang dapat mempengaruhi manusia dan burung. Unsur genetika dari berbagai jenis virus influenza itu kemudian dapat menyatu. Sebagai contoh, flu babi jenis A/H1N1 mengandung gen dari dua jenis virus flu babi, satu jenis flu burung dan satu jenis flu pada manusia (Tim Horn, 2009).
Gambar virus swine flu


2.3 Cara Penularan
Penularan flu babi dari manusia ke manusia diperkirakan terjadi dengan cara yang sama dengan penyebaran flu musiman di antara manusia, terutama melalui batuk atau bersin. Seseorang juga bisa terinfeksi karena menyentuh benda yang tercemar virus flu dan kemudian menyentuh mulut, hidung atau mata mereka.
Flu babi belum diketahui dapat menular ke manusia melalui konsumsi daging babi atau produk babi yang diolah dan dimasak dengan benar. Virus flu babi dapat dimatikan dengan memasak daging babi hingga mencapai temperatur internal 700C (1600F). manusia (departemen of health, 2009).
Penularan penyakit Flu Babi adalah sebagai berikut:
A. Secara kontak langsung (bersentuhan, terkena lendir penderita)
B. Tidak langsung (virus ini menyebar lewat udara, peralatan kandang, alat transportasi dll).
Virus ini sangat sangat mudah menular bisa lewat bersin dan batuk penderita. Virus ini tidak menular lewat daging babi jika telah dimasak dengan suhu minimal 710C atau lebih dari 800C . Virus H1N1 ini terjadi penyebarannya melalui kontak dari manusia ke manusia menjurus ke pandemi (Setijawati, 2009).

2.4 Gejala Flu Babi
Penyakit ini menyebar sangat cepat hampir 100% babi yang rentan terkena, dan ditandai dengan apatis, sangat lemah, enggan bergerak atau bangun karena gangguan kekakuan otot dan nyeri otot, eritema pada kulit, anoreksia, ngorok, batuk, serta diare namun kadang tanda-tanda tersebut tidak nampak. demam sampai 41,80C. Batuk sangat sering terjadi apabila penyakit cukup hebat, dibarengi dengan muntah eksudat lendir, bersin, dispnu diikuti kemerahan pada mata dan terlihat adanya cairan mata. Biasanya sembuh secara tiba-tiba pada hari ke 5-7 setelah gejala klinis.
Tanda klinis pada manusia yaitu: mirip flu biasa pada manusia, demam, panas tubuh lebih dari 380C, lesu, sakit kepala, batuk, pilek, tenggorokan sakit, iritasi pada mata, sesak nafas tapi tidak separah flu burung, mual, muntah dan diare (Setijawati, 2009).
Gejala pada anak-anak (Ngurah , 2009)
1) Napas cepat atau kesulitan bernapas
2) Kulit berwarna kebiruan dan tidak cukup minum
3) Susah bangun dan tidak berinteraksi
4) Sangat rewel dan tidak mau disentuh
5) Flu-like sympstoms membaik tapi muncul lagi dengan gejala demam dan batuk hebat
6) Demam dengan kemerahan

Gejala pada orang dewasa (Ngurah , 2009)
1) Kesulitan bernapas atau sesak napas
2) Nyeri atau rasa tertekan di dada dan perut
3) Rasa pusing atau dizziness yang tiba-tiba
4) Hilang kesadaran
5) Muntah yang hebat
2.5 Masa Inkubasi
Pada kejadian wabah penyakit, masa inkubasi sering berkisar antara 1-2 hari (Taylor, 1989), tetapi bisa 2-7 hari dengan rata-rata 4 hari (Blood dan Radostits, 1989). Virus dapat hidup 2 jam atau lebih di dunia luar seperti: meja,kursi dsb.
Pada penyakit influensa babi klasik, virus masuk melalui saluran pernafasan atas kemungkinan lewat udara. Virus menempel pada trachea dan bronchi dan berkembang secara cepat yaitu dari 2 jam dalam sel epithel bronchial hingga 24 jam pos infeksi. Hampir seluruh sel terinfeksi virus dan menimbulkan eksudat pada bronchiol. Infeksi dengan cepat menghilang pada hari ke 9. Waktu inkubasi/penetasan virus tersebut biasanya 3-4 hari (mungkin saja bisa 1-7 hari) (Syafriati, 2008).

2.6 Distribusi/ Epidemiologi Penyakit Flu Babi
Penyebaran virus influensa dari babi ke babi dapat melalui kontak moncong babi, melalui udara atau droplet. Faktor cuaca dan stres akan mempercepat penularan. Virus tidak akan tahan lama di udara terbuka. Penyakit
bisa saja bertahan lama pada babi breeder atau babi anakan. Kekebalan maternal dapat terlihat sampai 4 bulan tetapi mungkin tidak dapat mencegah infeksi, kekebalan tersebut dapat menghalangi timbulnya kekebalan aktif.
Transmisi inter spesies dapat terjadi, sub tipe H1N1 mempunyai kesanggupan menulari antara spesies terutama babi, bebek, kalkun dan manusia, demikian juga sub tipe H3N2 yang merupakan sub tipe lain dari influensa A. H1N1, H1N2 dan H3N2 merupakan ke 3 subtipe virus influenza yang umum ditemukan pada babi yang mewabah di Amerika Utara, tetapi pernah juga sub tipe H4N6 diisolasi dari babi yang terkena pneumonia di Canada. Manusia dapat terkena penyakit influensa secara klinis dan menularkannya pada babi. Kasus infeksi sudah dilaporkan pada pekerja di kandang babi di Eropa dan di Amerika. Beberapa kasus infeksi juga terbukti disebabkan oleh sero tipe asal manusia (Syafriati, 2008).
Penyakit pada manusia umumnya terjadi pada kondisi musim dingin, dan mayoritas penderita berusia: 25 –45 thn. Transmisi kepada babi yang dikandangkan atau hampir diruangan terbuka dapat melalui udara seperti pada kejadian di Perancis dan beberapa wabah penyakit di Inggris. Babi sebagai karier penyakit klasik di Denmark, Jepang, Italy dan kemungkinan Inggris telah dilaporkan. Negara lain yang sering ada wabah adalah Amerika utara, selatan, Eropa, Afrika, Jepang dan Cina. Kasus zoonosis yang dilaporkan menimpa wanita umur 32 tahun, pada bulan September 1988, orang tersebut dirawat di umah sakit akibat pnemonia dan akhirnya meninggal 8 hari kemudian. Dari hasil pemeriksaan ditemukan virus influensa patogen yang secara antigenik berhubungan dengan virus influensa babi.
Setelah diselidiki ternyata pasien tersebut 4 hari sebelum sakit mengunjungi pameran babi. Sementara itu, hasil pengujian HI pada orang yang datang pada pameran babi tersebut menunjukkan sebanyak 19 orang dari 25 orang (76%) mempunyai titer antibodi ≥20 terhadap flu babi. Walaupun disini tidak terjadi wabah penyakit, namun terdapat petunjuk adanya penularan virus (Syafriati, 2008).

2.7 Pencegahan Penyebaran Flu Babi
Karena virus flu babi H1N1 sangat berbeda dengan virus H1N1 pada manusia, maka vaksin untuk flu musiman pada manusia tidak akan memberi perlindungan terhadap virus flu babi H1N1. Anggota masyarakat hendaknya mematuhi tindakan pencegahan berikut: (Departement of health, 2009)
1) Jaga kebersihan tangan dan cuci tangan dengan benar. Pencuci tangan berbahan dasar alkohol juga efektif apabila tangan tidak tampak kotor.
2) Hindari menyentuh mulut, hidung atau mata.
3) Segera cuci tangan dengan sabun cair jika tangan kotor karena terkena sekresi pernafasan, misalnya setelah bersin atau batuk.
4) Tutup hidung dan mulut bila bersin dan batuk.
5) Hindari pergi ke tempat ramai atau berventilasi buruk. Jika Anda harus ke tempat seperti itu, tingkatkan upaya tindakan penjagaan kesehatan diri dan kenakan masker.
6) Jangan meludah. Selalu bungkus kotoran hidung dan mulut dengan kertas tisu, dan buang kertas tisu tersebut dengan baik di tempat sampah yang berpenutup.
7) Kenakan masker penutup hidung dan mulut bila muncul gejala pernafasan atau demam. Segera kunjungi dokter.
8) Jangan masuk kerja atau sekolah jika Anda mempunyai gejala yang mirip flu.
Menjaga dengan seksama kesehatan diri dan lingkungan sangat diperlukan bagi pencegahan flu babi. Departemen Kesehatan mengingatkan mereka yang bepergian untuk waspada terhadap perkembangan terkini wabah flu babi ketika merencanakan perjalanan. Mereka harus menyiapkan masker penutup hidung dan mulut serta pencuci tangan berbahan dasar alkohol yang memadai dan mengambil tindakan pencegahan berikut: (Departement of health, 2009)
1) Selama perjalanan: jaga kesehatan diri, seringlah mencuci tangan atau menggunakan pencuci tangan berbahan dasar alkohol dan hindari melakukan kontak dengan orang yang sakit.
2) Sebelum kembali: jangan naik pesawat terbang jika timbul gejala seperti influenza. Kenakan masker dan cari pertolongan pertama di tempat Anda berada.
3) Setelah pulang: hindari pergi ke tempat ramai dan perhatikan betul kesehatan Anda.. Segera cari konsultasi medis dari klinik publik atau rumah sakit jika muncul gejala mirip dengan flu.
Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) dan CDC memberikan perhatian pada strain ini. Flu Babi yang baru ini karena bisa menular dari manusia ke manusia dengan kematian cukup tinggi. Hal ini berpotensi menimbulkan pandemi. Penanganan yang harus diperhatikan pada ternak babi: (Setijawati, 2009).
a) Pemeriksaan klinis yang rutin pada babi,
b) Kandang harus selalu bersih dan penyemprotan kandang dengan desinfektan sesering mungkin,
c) Jika ada babi yang terinfeksi oleh virus Flu Babi, maka segera dimusnahkan.

Standar penanganan virus Flu Babi sama dengan penanganan virus Flu Burung. Agar terhindar dari Flu Babi yang harus diperhatikan pada manusia maka kita harus melakukan tindakan antara lain: (Setijawati, 2009).
a) Mengajak masyarakat untuk menerapkan pola hidup bersih
b) Mencuci tangan sebelum makan
c) Memasak daging babi lebih dari 800C
d) Tidak cium pipi /tangan
e) Pergunakan masker di wilayah peternakan babi

Langkah operasional yang ditetapkan Direktorat Jenderal Peternakan untuk mencegah masuk dan menyebarnya Flu H1N1 di wilayah NKRI yaitu:
1) Melakukan monitoring dan surveilans terhadap seluruh usaha peternakan babi di wilayah masing-masing yang berkoordinasi antara BB Vet/BPPV dan Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan/kesehatan masyarakat veteriner di propinsi/kabupaten/kota;
2) Melakukan pengawasan secara ketat terhadap lalulintas ternak babi hidup dan produk daging babi segar;
3) Melakukan pengawasan terhadap pemotongan ternak babi, dengan menerapkan pemeriksaan ante mortem dan post mortem serta hanya babi sehat yang boleh dipotong;
4) Lalulintas ternak babi hidup antar kabupaten/kota dan/atau antar propinsi harus diperiksa oleh dokter hewan, dan hanya ternak yang sehat yang dapat dilalulintaskan, serta harus dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH);
5) Melakukan sosialisasi/penyuluhan kepada masyarakat peternak yang menekankan beberapa hal antara lain meningkatkan tindakan biosekuriti dan sanitasi di lingkungan kandang peternakan babi, melaporkan segera kepada dokter hewan berwenang di propinsi/kabupaten/kota, apabila pada ternak babi ditemukan tanda-tanda klinis atau indikasi terjadi penyakit menular dan khususnya penyakit Flu H1N1 pada ternak, tidak mengangkut ternak babi hidup pada kendaraan umum untuk mencegah berkontak langsung antara ternak dan masyarak umum, peternak/pekerja kandang harus memakai masker hidung dan mulut serta penutup mata apabila memasuki kandang, peternak/pekerja kandang harus mengganti sepatu/alas kaki dan pakaian serta mencuci tangan apabila selesai bekerja di kandang atau meninggalkan kandang;
6) Sisa-sisa (limbah) kotoran yang berasal dari kandang ternak babi dan/atau yang berasal dari pemotongan ternak babi agar dimasukkan ke septik tank yang terbuat khusus, dan tidak dibuang atau dialirkan ke saluran umum/terbuka;
7) Apabila hasil monitoring dan surveilans ditemukan adanya indikasi kejadiaan klinis dan/atau serologic positif Flu H1N1, harus segera dilakukan tindakan isolasi/penutupan, hingga menunggu komfirmasi atau penegakan diagnosa secara laboratoris;
8) Melaporkan segera kepada Direktorat Jenderal Peternakan apabila dari hasil diagnosa laboratoris telah terbukti positif penyakit Flu H1N1;
9) Apabila menemukan indikasi pekerja kandang/peternak telah tertular virus Flu H1N1, segera berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat.

2.8 Penanggulangan Wabah
Pada dasarnya upaya penanggulangan wabah dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok:
1) Upaya pengendalian sumber penyakit,
2) Mengurangi transmisi atau proses penularan,
3) Memodifikasi daya tahan tubuh inang.
Dalam wacana yang berpusat pada pendekatan biomedis, seperti yang berkembang di media selama ini, solusi atas wabah flu babi adalah: penerapan sistem pemindaian suhu tubuh di sejumlah bandara dan pelabuhan, serta pengobatan penderita dengan Tamiflu. Tujuannya agar manusia sumber penyakit ini dapat dikendalikan, sehingga tidak terjadi penularan yang lebih luas di masyarakat. Selain itu, vaksin untuk modifikasi kekebalan tubuh inang juga mulai dikembangkan.



























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a) Flu babi merupakan penyakit yang sangat menular pada sistem pernapasan hewan babi yang disebabkan oleh Influenza Type A subtype H1N1.
b) Penyebab Flu Babi adalah virus Influenza Type A subtype H1N1 dari familia Orthomyxoviridae. Flu atau Influenza ada 2 Type yaitu Type A: menular pada unggas (ayam, itik dan burung ) serta Babi dan Type B dan Type C: menular pada manusia.
c) Penularan penyakit Flu Babi adalah sebagai berikut: Secara kontak langsung (bersentuhan, terkena lendir penderita) dan tidak langsung (virus ini menyebar lewat udara, peralatan kandang, alat transportasi dll).
d) Tanda klinis pada manusia yaitu: mirip flu biasa pada manusia, demam, panas tubuh lebih dari 380C, lesu, sakit kepala, batuk, pilek, tenggorokan sakit, iritasi pada mata, sesak nafas tapi tidak separah flu burung, mual, muntah dan diare.
e) Masa inkubasi virus flu babi berkisar antara 1-2 hari , tetapi bisa 2-7 hari dengan rata-rata 4 hari.
f) Epidemiologi penyakit flu babi: Penyakit pada manusia umumnya terjadi pada kondisi musim dingin, kasus infeksi juga terbukti disebabkan oleh sero tipe asal manusia, mayoritas penderita berusia: 25 –45 thn dan Kasus infeksi juga dilaporkan pada pekerja di kandang babi.
g) Agar terhindar dari Flu Babi yang harus diperhatikan pada manusia maka kita harus melakukan tindakan antara lain: mengajak masyarakat untuk menerapkan pola hidup bersih, mencuci tangan sebelum makan, memasak daging babi lebih dari 800C, tidak cium pipi /tangan, dan pergunakan masker di wilayah peternakan babi,
h) Upaya penanggulangan wabah dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok: upaya pengendalian sumber penyakit, mengurangi transmisi atau proses penularan, memodifikasi daya tahan tubuh inang.

3.2 Saran
a) Jagalah kebersihan diri, dan lingkungan untuk mencegah penyebaran flu babi.
b) Bagi ibu-ibu rumah tangga, masaklah daging sampai matang sebelum di komsumsi.
c) Lakukanlah penyuluhan kepada masyarakat mengenai flu babi untuk meningkatkan penyetahuan mengenai cara pencegahan dan penanggulangan flu babi.

Avian Influenza

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Avian influenza adalah sindrom penyakit infeksi yang disebabkan oleh sekelompok virus influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Infeksi virus berkaitan dengan penyakit pada unggas piaraan dan burung liar dan juga manusia dan hewan mamalia. Ditandai dengan hampir tidak adanya respon (hampir tidak ada gejala) penyakit sampai mortalitas sangat tinggi. Periode inkubasi juga dengan variasi yang tinggi yaitu beberapa jam sampai beberapa hari. Induk semang alami adalah unggas air terutama itik adalah berperan sebagai reservoar alam bagi virus.
Wabah penyakit flu burung yang melanda dunia, khususnya kawasan asia, memang memang menjadi perhatian, baik masyarakat maupun badan kesehatan.hal ini disebabkan pleh penyakit flu burung yang dapat menular pada manusia dan berakibat fatal karena dapat mambawa kematian. Kasusnya sangat gencar diberitakan diberbagai media masssa sehingga membuat resah banyak pihak.
Sepanjang 2003 ditemukan dua kasus di Hongkong dengan satu diantaranya meninggal. Kedua kasus itu mempunyai riwayat perjalanan dari Cina. Virus yang ditemukan adalah Avian Influenza A (H5N1). Ditemukan 83 kasus pada pekerja peternakan di Netherland, termasuk keluarganya dengan satu diantaranya meninggal. Virus yang ditemukan adalah Avian Influeza A (H7N7). Ditemukan seorang anak tanpa kematian di Hongkong terserang virus Avian Influenza A (H9N2).
Januari 2004, penyakit flu burung menyebar sampai Jepang, Korea Selatan, Vietnam dan Thailand dengan satu identifikasi mereka menyebar dari Kamboja, Hongkong dan Taiwan. WHO menegaskan, tidak ada bukti flu burung menyebar dari orang ke orang, seperti kasus virus SARS. Tanggal 24 Januari 2004 PBB memperingatkan, flu burung lebih berbahaya dari SARS, karena kemampuan virus ini yang mampu membangkitkan hampir keseluruhan respon bunuh diri dalam sistem imunitas tubuh manusia. Tanggal 25 Januari 2004,
Departemen Pertanian membenarkan adanya flu burung yang masuk ke Indonesia. Pada 26 Januari 2004 pemerintah melakukan tes Hemasglutimasi Inhibisi (HI) atau pemeriksaan dengan antiserum pada unggas untuk mengetahui subtipe virus avian influenza (AI) yang telah menyebabkan kematian 4,7 juta ekor ayam di Indonesia sejak Agustus 2003. Tes dilakukan untuk membuktikan apakah virus AI termasuk jenis yang bisa menular pada manusia atau yang dikenal dengan sebutan flu burung yang kini sedang mewabah di sejumlah negara Asia. Merebaknya flu burung, membuat peternak unggas di Bali mengisolasi diri. Ribuan ayam dipotong dan dibakar di Pulau Bali, salah satu daerah yang paling parah dilanda wabah flu burung.
Di Indonesia Virus Influensa tipe A subtipe H5N1 tersebut diatas menyerang ternak ayam sejak bulan Oktober 2003 s/d Februari 2005, akibatnya 14,7 juta ayam mati. Sementara penyebaran virus tersebut pada manusia di Indonesia sejak bulan Juli 2005 hingga 12 April 2006 telah ditemukan 479 kasus kumulatif yang dicurigai sebagai flu burung pada manusia, dimana telah ditemukan 33 kasus konfirm flu burung, 24 diantaranya meninggal dunia. 115 kasus masih dalam penyelidikan (36 diantaranya meninggal dunia), sementara yang telah dinyatakan bukan flu burung sebanyak 330 kasus.
Tanggal 29 Januari 2004, pemerintah menetapkan flu burung sebagai bencana darurat nasional dan meminta persetujuan DPR untuk pengucuran dana sebesar Rp. 212 milyar untuk penanggulangannya. Pemerintah juga akan memusnahkan hewan dan unggas lain yang positif terkena virus Avian Influensa.
Jelas tampak pada Januari 2004, terjadi KLB unggas di beberapa daerah di Indonesia yang ditandai dengan banyaknya ternak unggas terserang flu burung dengan risiko kematian. Walau belum teridentifikasi adanya serangan virus itu dari unggas kepada manusia, tetap perlu diwaspadai dengan menyelenggarakan suatu surveilans khusus di daerah yang dilaporkan sedang berjangkit KLB unggas “flu burung” sampai keadaan kembali normal. Untuk mengidentifikasi adanya penularan virus flu burung dari unggas ke manusia, mendapatkan gambaran epidemiologi KLB flu burung ke manusia dan membuktikan tidak adanya penularan virus flu burung dari unggas ke manusia di setiap daerah di Indonesia, pemerintah melakukan surveilans epidemiologi (Surveilans Epidemiologi Flu Burung di Indonesia). Daerah di Indonesia yang sedang berjangkit KLB unggas “flu burung” itu adalah seluruh Jawa, Lampung, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
Kasus Flu Burung di Indonesia dari Juli 2005 s/d 11 Desember 2008 masih terbatas di 12 Propinsi. Kasus terjadi sebagian besar di propinsi di daerah Jawa bagian barat (Jakarta, Jawa Barat dan Banten). Kasus terjadi di 48 kab/kota di 12 propinsi, sebagian besar terjadi di kabupaten dan Kota Tangerang.
Kasus terjadi di 48 kab/kota di 12 propinsi, sebagian besar terjadi di kabupaten dan Kota Tangerang dengan jumlah kasus 28 ( 20,1 % ) dari total kasus 139 di Indonesia yang merupakan daerah dengan kepadatan penduduk dan kepadatan unggas yang tinggi.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut
1. Bagaimana identifikasi penyakit flu burung?
2. Apa agent penyebab penyakit flu burung?
3. Bagaimana cara penularan penyakit flu burung?
4. Berapa lama masa inkubasi penyakit flu burung?
5. Bagaimana distribusi penyakit flu burung?
6. Bagaimana aspek pengendalian penyakit flu burung?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan dari penulisan makaalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui identifikasi penyakit flu burung
2. Untuk mengetahui agent penyebab penyakit flu burung
3. Untuk mengetahui cara penularan penyakit flu burung
4. Untuk mengetahui lama masa inkubasi penyakit flu burung
5. Untuk mengetahui distribusi penyakit flu burung
6. Untuk mengetahui aspek pengendalian penyakit flu burung









BAB II
PEMBAHASAN

A. Identifikasi Penyakit Flu Burung

Bila dilihat sejarahnya, flu burung sudah terjadi sejak 1960-an.Tahun 1968 penularan virus influenza asal unggas ke manusia sudah dilaporkan. Tahun 1997 flu burung pertama kali melewati "halangan spesies” dari unggas ke manusia. Sebelumnya, flu ini hanya menyerang burung, bukan manusia. Pertama kali muncul di Hongkong dengan 18 orang dirawat di rumah sakit dan enam orang diantaranya meninggal dunia, kemudian menyebar ke Vietnam dan Korea. Jenis yang diketahui menjangkiti manusia adalah influenza A sub jenis H5N1.
Sepanjang 2003 ditemukan dua kasus di Hongkong dengan satu diantaranya meninggal. Kedua kasus itu mempunyai riwayat perjalanan dari Cina. Virus yang ditemukan adalah Avian Influenza A (H5N1). Ditemukan 83 kasus pada pekerja peternakan di Netherland, termasuk keluarganya dengan satu diantaranya meninggal. Virus yang ditemukan adalah Avian Influeza A (H7N7). Ditemukan seorang anak tanpa kematian di Hongkong terserang virus Avian Influenza A (H9N2).

1. Pengertian Flu Burung
Flu burung atau dalam bahasa inggris dikenal dengan avian flu atau avian influenza (AI) adalah penyakit menular yang disebabkan virus influenza A sub tipe H5N1 yang biasanya menyerang unggas tetapi juga dapat meyerang manusia. Virus ini termasuk famili Orthomyxoviridae dan memiliki diameter 90-120 nanometer. Virus avian influenza ini menyerang alat pernapasan, pencernaan dan sistem saraf unggas.
Secara normal, virus tersebut hanya menginfeksi ternak unggas seperti ayam, kalkun dan itik. Tetapi walaupun jarang dapat menyerang spesies hewan selain unggas misalnya babi, kuda, harimau, macamn tutul, dan kucing. Walaupun hampir semua jenis unggas dapat terinfeksi virus yang terkenal sangat ganas ini, tetapi diketahui yang jauh lebih rentan adalah jenis unggas yang diternakkan secara massal seperti ayam, puyuh, dan itik.
2. Gejala penyakit flu burung

a) Flu Burung pada Ternak
Gejala klinis flu burung pada unggas murip dengan gejala newcastle disease, atau di indonesia disebut penyakit tetelo atau pileren yang disebabkan oleh paramyxovirus.
Gejala Klinis ternak unggas yang terinfeksi flu burung sebagai berikut:
1) Jengger, pial, dan kulit perut yang tidak ditumbuhi bulu berwarna biru keunguan.
2) Pembengkakan di sekitar kepala dan muka.
3) Ada cairan yang keluar dari hidung dan mata.
4) Perdarahan di bawah kulit (subkurtan).
5) Perdarahan titik (ptechie) pada daerah dada, kaki, dan telapak kaki.
6) Batuk, bersin, ngorok.
7) Diare.
8) Tingkat kematian tinggi.

b) Flu Burung pada Manusia
Orang yang terserang flu burung menunjukkan gejala seperti terkena flu biasa, tetapi karena keganasan virusnya menyebabkan flu ini juga ganas. Virus influenza biasanya menimbulkan penyakit yang ringan. Tetapi virus flu burung ini sangat ganas dan dapat menyebabkan kematian dalam satu minggu.
Orang yang terkena flu burung mengalami kenaikan suhu tubuh sampai 39◦C, sakit tenggorokan, batuk, sesak napas dan mengeluarkan lendir bening dari hidung. Kondisi ini dapat diikuti dengan penurunan daya tahan tubuh yang sangat cepat karena biasanya penderita tidak memiliki nafsu makan, diare dan muntah. Dalam waktu singkat gejala-gejala tersebut dapat menjadi lebih berat dengan terjadinya peradangan di paru (pneumonia). Apabila tidak dilakukan penanganan yang baik pasien maka dapat menyebabkan kematian.
B. Agent Penyebab Penyakit Flu Burung
Virus influensa adalah partikel berselubung berbentuk bundar atau bulat panjang, merupakan genome RNA rangkaian tunggal dengan jumlah lipatan tersegmentasi sampai mencapai delapan lipatan, dan berpolaritas negatif. Virus influensa merupakan nama generik dalam keluarga Orthomyxoviridae dan diklasifikasikan dalam tipe A, B atau C berdasarkan perbedaan sifat antigenik dari nucleoprotein dan matrix proteinnya. Virus influensa unggas (Avian Influenza Viruses, AIV) termasuk tipe A. Telaahan yang sangat bagus mengenai struktur dan pola replikasi virus-virus influensa sudah dipublikasikan baru-baru ini (mis. Sidoronko dan Reichi 2005).
Berdasarkan sifat antigenisitas dari glikoprotein-glikoprotein tersebut, saat ini virus influensa dikelompokkan ke dalam enambelas subtipe H (H1-H16) dan sembilan N (N1-N9). Kelompok-kelompok tersebut ditetapkan ketika dilakukan analisis filogenetik terhadap nukleotida dan penetapan urutan (sequences) gen-gen HA dan NA melalui cara deduksi asam amino (Fouchier 2005).
Cara pemberian nama yang sesuai nomenklatur konvensional untuk isolat virus influensa harus mengesankan tipe virus influensa tersebut, spesies penjamu (tidak perlu disebut kalau berasal dari manusia), lokasi geografis, nomor seri, dan tahun isolasi. Untuk virus influensa tipe A, subtipe hemaglutinin dan neuroamidasenya ditulis dalam kurung. Salah satu induk strain virus influensa unggas dalam wabah H5N1 garis Asia yang terjadi akhir-akhir ini, berhasil diisolasikan dari seekor angsa dari provinsi Guangdong, China. Oleh karena itu iadiberi nama A/angsa/Guangdong/1/96 (H5N1) (Xu 1999). Sedangkan isolat yang berasal dari kasus infeksi H5N1 garis Asia pada manusia yang pertama kali terdokumentasikan terjadi di Hong Kong (Claas 1998), dan dengan demikian disebut sebagai A/HK/156/97 (H5N1).
Penyebab flu burung adalah virus influensa tipe A yang menyebar antar unggas. Virus ini kemudian ditemukan mampu pula menyebar ke spesies lain seperti babi, kucing, anjing, harimau, dan manusia.
Virus influensa tipe A memiliki beberapa subtipe yang ditandai adanya Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N). Ada 9 varian H dan 14 varian N. Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini adalah subtipe H5N1 yang memiliki waktu inkubasi selama 3-5 hari.
Virus influenza ini termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Virus influenza tipe A terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N), kedua huruf ini digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya. Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N9. Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22 0C dan lebih dari 30 hari pada 0 0C. Virus akan mati pada pemanasan 60 0C selama 30 menit atau 56 0C selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodine.
C. Masa Inkubasi Flu Burung
Adapun masa inkubasi penyakit flu burung dapat dilihat pada unggas dan juga pada manusia yaitu:
- Pada Unggas : 1 minggu
- Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari
sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A yang menyebar antar unggas. Virus ini kemudian ditemukan mampu pula menyebar ke spesies lain seperti babi, kucing, anjing, harimau, dan manusia.
Virus influenza tipe A memilki beberapa subtipe yang ditandai adanya Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N). Ada 9 varian H dan 15 varian N. Virus flu yang sedang berjangkit saat ini adalah saat ini adalah subtipe H5N1 yang memiliki waktu inkubasi selama 3-5 hari, dimana setelah itu muncul gejala-gejala seseorang terkena flu burung adalah dengan menunjukkan ciri-ciri berikut :
1. Menderita ISPA
2. Timbulnya demam tinggi (> 38 derajat Celcius)
3. Sakit tenggorokan yang tiba-tiba
4. Batuk, mengeluarkan ingus, nyeri otot
5. Sakit kepala
6. Lemas mendadak
7. Timbulnya radang paru-paru (pneumonia) yang bila tidak mendapatkan penanganan tepat dapat menyebabkan kematian
Mengingat gejala Flu burung mirip dengan flu biasa, maka tidak ada yang bisa membedakan flu burung dan flu biasa. Jika ada penderita yang batuk, pilek dan demam yang tidak kunjung turun, maka disarankan untuk segera mengunjungi dokter atau rumah sakit terdekat.
Penderita yang diduga mengidap virus Flu burung disebut penderita suspect flu burung dimana penderita pernah mengunjungi peternakan yang berada di daerah yang terjangkit flu burung, atau bekerja dalam laboratorium yang sedang meneliti kasus flu burung, atau berkontak dengan unggas dalam waktu beberapa hari terakhir.

D. Penularan Flu Burung
1. Sumber penularan
Penyebab flu burung adalah virus influensa tipe A yang menyebar antar unggas. Virus ini kemudian ditemukan mampu pula menyebar ke spesies lain seperti babi, kucing, anjing, harimau, dan manusia.
Virus influensa tipe A memiliki beberapa subtipe yang ditandai adanya Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N). Ada 9 varian H dan 14 varian N. Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini adalah subtipe H5N1 yang memiliki waktu inkubasi selama 3-5 hari.
2. Cara penularan
Penularan flu burung (H5N1) pada unggas terjadi secara cepat dengan kematian tinggi. Penyebaran penyakit ini terjadi diantara populasi unggas satu petenakan, bahkan dapat menyebar dari satu peternakan ke peternakan daerah lain. Sedangkan penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui udara yang tercemar virus tersebut, baik yang berasal dari tinja, air mata atau sekreta unggas yang terserang Flu Burung. Adapun orang yang mempunyai resiko besar untuk terserang virus flu burung (H5N1) ini adalah pekerja peternakan unggas, penjual dan penjamah unggas.
Penularan penyakit ini dapat terjadi melalui udara (air borne) dan melalui kontak langsung dengan unggas sakit atau kontak dengan bahan-bahan infeksius tinja, urin, dan sekret saluran napas unggas sakit.
3. Penularan Antar Ternakan Unggas
Secara singkat, penyakit flu burung dapat ditularkan dari unggas ke unggas lain atau dari peternakan ke peternakan lainnya dengan cara sebagai berikut :
a) Kontak langsung dari unggas terinfeksi dengan hewan yang peka.
b) Melalui lendir yang berasal dari hidung dan mata.
c) Melalui kotoran (fases) unggas yang terserang flu burung.
d) Lewat manusia melalui sepatu dan pakaian yang terkontaminasi dengan Virus.
e) Melalui pakaian, air, dan peralatn kandang yang terkontaminasi.
f) Melalui udara karena memiliki peran penting dalam penularan dalam suatu kandang, tetapi memiliki peran terbatas dalam penularan antar kandang.
g) Melalui unggas air yang dapat berperan sebagai sumber (reservoir) virus dari dalam saluran intestinal dan dilepaskan lewat kotoran.
4. Penularan dari Ternak ke Manusia
Faktor yang mempengaruhi penularan flu burung dari ternak ke manusia adalah jarak dan intensitas dalam aktivitas yang berinteraksi dengan kegiatan peternakan. Semakin dekat jarak peternakan yang terkena wabah virus dengan lingkungan manusia maka peluang untuk menularnya virus bisa semakin besar. Penularan virus ke manusia lebih mudah terjadi bila orang trsebut melakukan kontak langsung dengan aktivitas peternakan.
Orang yang mempunyai resiko tinggi terserang flu burung adalah pekerja peternakan unggas, penjual, penjamah unggas, sampai ke dokter hewan yang bertugas memeriksa kesehatan ternak di peternakan.

5. Penularan antar Manusia
Penularan flu burung antar manusia belum dapat dibuktikan, tetapi tetap perlu diwaspadai. Hal ini dikarenakan virus cepat bermutasi dan beradaptasi dengan manusia sehingga memungkinkan adanya varian dari virus flu burung yang dapat menular antar manusia. Burung liar dan unggas domestikasi (ternak) dapat menjadi sumber penyebar H5N1. Di Asia Tenggara kebanyakan kasus flu burung terjadi pada jalur transportasi atau peternakan unggas alih-alih jalur migrasi burung liar.
Virus ini dapat menular melalui udara ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan sentuhan. Namun demikian, virus ini akan mati dalam suhu yang tinggi. Oleh karena itu daging, telur, dan hewan harus dimasak dengan matang untuk menghindari penularan. Kebersihan diri perlu dijaga pula dengan mencuci tangan dengan antiseptik. Kebersihan tubuh dan pakaian juga perlu dijaga.
Virus dapat bertahan hidup pada suhu dingin. Bahan makanan yang didinginkan atau dibekukan dapat menyimpan virus. Tangan harus dicuci sebelum dan setelah memasak atau menyentuh bahan makanan mentah.
Unggas sebaiknya tidak dipelihara di dalam rumah atau ruangan tempat tinggal. Peternakan harus dijauhkan dari perumahan untuk mengurangi risiko penularan.
Tidak selamanya jika tertular virus akan menimbulkan sakit. Namun demikian, hal ini dapat membahayakan di kemudian hari karena virus selalu bermutasi sehingga memiliki potensi patogen pada suatu saat. Oleh karena itu, jika ditemukan hewan atau burung yang mati mendadak pihak otoritas akan membuat dugaan adanya flu burung. Untuk mencegah penularan, hewan lain di sekitar daerah yang berkasus flu burung perlu dimusnahkan.dan dicegah penyebarannya.



E. Distribusi Epidemiologi Penyakit Flu Burung di Indonesia
1) Distribusi menurut tempat
Wabah pertama kali dilaporkan di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah bulan Agustus 2003 pada ayam layer (patelur). Pada bulan September 2003, jawa timur melaporkan wabah serupa teutama pada ayam layer. Selanjutnya wabah dilaporkan di jawa barat menyerang tidak hanya pada ayam layer melainkan juga pada ayam broiler bahkan pada ayam buras, burung puyuh dan itik. Selanjutnya penyakit menyebar keluar pulau jawa yaitu ke Sumatra dan Kalimantan. Penyebaran penyakit disajikan pada gambar 1.

Gambar 1: Gambar distribusi Penyakit Unggas Menular

Kasus Flu Burung di Indonesia dari Juli 2005 s/d 11 Desember 2008 masih terbatas di 12 Propinsi. Kasus terjadi sebagian besar di propinsi di daerah Jawa bagian barat (Jakarta, Jawa Barat dan Banten). Kasus terjadi di 48 kab/kota di 12 propinsi, sebagian besar terjadi di kabupaten dan Kota Tangerang, seperti terlihat pada grafik 1.
Grafik 1. Sebaran kasus AI per Propinsi di Indonesia Tahun 2005-2008

2) Distribusi Menurut Waktu
Grafik 2. Epidemiologi Kasus Flu Burung per bulan berdasarkan onset (n=139)
Tahun 2005 s.d 2008

Sejak bulan juni 2005, setiap tahun terjadi peningkatan kasus flu burung meskipun tidak signifikan. Dari gambaran grafik terjadi peningkatan kasus yang signifikan pada bulan Januari sampai beberapa bulan. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh perubahan musim, dimana terjadi peningkatan kasus dari bulan Desember s/d Februari) karena adanya musim penghujan di Indonesia.

3) Distribusi Menurut Orang
Grafik 3. Sebaran Kasus Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Semua kasus flu burung berusia di bawah 50 tahun, dan hanya 1 kasus yang berusia 67 tahun dengan jenis kelamin perempuan. Proporsi usia kasus yang terbesar (29%) adalah anak-anak dibawah 14 tahun. Rata-rata kasus berusia 20 tahun dengan jarak antara 18 bulan sampai 67 tahun . Ratio perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 1 : 1, sedangkan angka kematian (CFR) tinggi untuk semua umur.

Pekerjaan yang berisiko terserang infeksi flu burung:
1. Peternak ayam/burung/unggas lainnya.
2. Pemotong ayam/burung/unggas lainnya.
3. Penjual produk-produk ayam/burung/unggas (daging, telur, dst.)
4. Pemelihara ayam/burung/unggas lainnya
5. Petugas laboratorium yang meneliti/memeriksa penyakit flu burung
6. Orang-orang yang tinggal di daerah dimana terdapat kematian unggas/burung secara tiba-tiba yang mencirikan infeksi flu burung
7. Orang-orang yang telah melakukan kontak dekat, secara langsung dan tanpa perlindungan dengan kasus manusia yang telah terkonfirmasi tertular flu burung.
F. Aspek Pengendalian
a. Pencegahan
1. Cara mencegah perpindahan virus Flu Burung antar unggas
Flu Burung dapat dicegah! Untuk melindungi unggas, Anda harus
mengikuti instruksi-instruksi sebagai berikut:
(1) Masukkan unggas kedalam kandang, jangan biarkan berkeliaran.
(2) Kandangkan masing-masing unggas dalam kandang yang berbeda.
(3) Pilih atau beli ayam atau bebek atau unggas mudayang sehat. Pisahkan unggas yang baru dibeli setidaknya selama dua minggu.
(4) Jika unggas terlihat sakit, segera pisahkan dari yang lainnya.
(5) Cuci tangan dengan sabun sesudah kontak dengan unggas.
(6) Transportasikan hanya unggas yang sehat.
(7) Bersihkan halaman di sekitar kandang setiap hari (buanglah kotoran unggas maupun bulunya. Bakar atau kuburkan kotorannya).
(8) Cuci dan bersihkan peralatan yang dipakai di peternakandengan disinfektan seminggu sekali.
(9) Bersihkan, cuci, kemudian suci hamakan kandangnya dengan disinfektan atau bahan kimia lainnya. Seperti cairan pemutih pakaian.Siapapun (termasuk Anda dan keluarga Anda) yang masuk ke halaman peternakan, cuci sol sepatu dengan air bersabun atau berikan sepatu yang bersih saat mereka memasuki gerbang.
(10) Beri pakan yang menyehatkan dan air bersih pada unggas.
(11) Beri vaksin unggas yang sehat jika memungkinkan untuk mencegah berjangkitnya infeksi virus Flu Burung.
2. Cara mencegah penularan virus Flu Burung (H5N1) dari hewan ke manusia
Pada saat ini, tidak ada vaksin yang mampu mencegah penyakit ini. jika sudah berjangkit pada manusia dan penanganannya pun sukar dilakukan. Maka dari itu pencegahan Flu Burung sangatlah penting. Bisa saja unggas tetap tampak sehat meskipun ia membawa virus H5N1. Untuk mencegah berjangkitnya virus Flu Burung secara aktif, ikuti petunjuk berikut:
(1) Melatih diri sendiri dan menjaga kesehatan makanan.
(2) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah kontak dengan unggas dan produk unggas lainnya, sebelum menyiapkan makanan dan sebelum makan.
(3) Beli unggas yang sehat.
(4) Jangan makan darah mentah, marus dan daging unggas atau telur setengah matang.
(5) Jangan menyembelih unggas sakit.
(6) Jangan makan unggas mati atau sakit.
(7) Hindari kontak dengan sumber yang terinfeksi.
(8) Jangan biarkan anak-anak melakukan kontak dengan unggas atau bermain di dekat kandang.
(9) Jangan biarkan unggas berkeliaran di dalam rumah.
(10) Hindari kontak yang tak perlu dengan unggas, bahkan unggas yang sehat sekali pun.
(11) Gunakan masker dan sarung tangan saat kontak atau menyembelih.
(12) Kuburkan limbah unggas (bulu, jeroan dan darah) sedalam lutut orang dewasa setelah disembelih.
(13) Mandi, ganti dan cuci pakaian, juga sepatu atau sandal dengan sabun setelah kontak dengan unggas.
(14) Cari perawatan dengan segera.
Jika Anda menderita demam tinggi, sakit pada dada, susah bernafas, sakit kepala dan otot terasa ngilu, sesudah kontak dengan unggas yang sakit atau mati segera pergi ke klinik atau rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang tepat. Jangan mengobati sendiri, minumlah obat yang diresepkan oleh dokter.

3. Partisipasi Masyarakat Untuk Mencegah Flu Burung
a. Jika tidak terjangkit Flu Burung
1) Komunikasikan kepada para keluarga, tetangga dan warga sekitar mengenai dampak Flu Burung serta cara pencegahannya jika sampai menyerang unggas dan manusia. Sebarkan selebaran "Pencegahan Flu Burung pada unggas dan manusia" melalui pertemuan-pertemuan dengan para ibu, arisan dan pertemuanpertemuan kelompok kecil di masyarakat lainnya.
2) Beri semangat dan pengertian pada para warga untuk mempraktekkan kebersihan diri dan lingkungan di rumah, di dapur, di halaman, kandang dan tempat umum. Jadilah contoh yang terbaik dalam pengelolaan kebersihan halaman dan kandang.
3) Beri pengertian kepada para ibu agar selalu melakukan vaksinasi unggas jika memungkinkan.
4) Selalu waspada, mengamati dan lapor pada Dinas Peternakan/ Pertanian atau Dinas Kesehatan setempat jika ada kematian unggas yang mendadak dan dalam jumlah yang besar di lingkungan Anda.
5)
b. Jika terjangkit Flu Burung
1) Ajari dan sediakan petunjuk pada orang-orang di lingkungan kita bagaimana cara mencegah Flu Burung dari mulai penyebaran hingga penularannya pada manusia. Selalu ingatkan warga untuk menjaga kebersihan masing-masing, batasi kontak dengan unggas sakit.
2) Doronglah masyarakat agar selalu mengikuti petunjuk petugas Dinas Peternakan/Pertanian atau Dinas Kesehatan, untuk menangani unggas yang sakit atau mati.
3) Bantu untuk mendeteksi dan melaporkan wilayah yang baru terjangkit Flu Burung pada pihak berwenang, Dinas Peternakan/ Pertanian atau Dinas Kesehatan setempat.
4) Bantu untuk mendeteksi dan melaporkan ke pihak berwenang jika ada yang menderita demam tinggi setelah melakukan kontak dengan unggas sakit. Bawa orang yang bersangkutan ke rumah sakit/puskesmas terdekat agar segera mendapatkan perawatan yang tepat.
5) Bantu para warga agar lebih aktif lagi melindungi diri mereka dan keluarganya dari serangan Flu Burung dengan selalu menyediakan informasi dan mengarahkan kemana mereka bisa memperoleh bantuan.
6) Selalu hidup bersih dan makan yang cukup bergizi.

b. Penanggulangan
Melihat adanya kondisi peternakan yang memburuk akibat adanya wabah flu burung. Departemen Pertanian mengeluarkan beberapa kebijakan. Kebijakan ini diharapkan membantu peternakan sehingga dapat menjalankan aktivitas beternak kembali. Departemen Pertanian mengintruksikan pada segenap jajaran Dinas Peternakan di daerah-daerah untuk melakukan hal yang sama saat menemukan adanya indikasi flu burung.
1) Peningkatan biosekuriti
Strategi utama yang harus dilaksanakan adalah dengan meningkatkan biosekuriti. Tindakan karatina atau isolasi harus diberlakukan terhadap peternakan yang tertular. Kondisi sanitasi di kandang-kandang, lingkungan kandang maupun para pekerja harus sehat. Kemudian lalu lintas keluar -masuk kandang termasuk orang dan kendaraan harus secara ketat dimonitor. Area peternakan yang sehat diciptakan dengan program desinfeksi secara teratur serta menerapkan kebersihan pada saat bekerja, misalnya dengan memakai sarung tangan, masker, dan sepatu panjang.
2) Vaksinasi
Program vaksinasi merupakan tindakan kedua yang dipilih oleh Indonesia di dalam penanggulangan avian influenza. Vaksinasi dilakukan terhadap hewan yang sehat, terutama yang berada disekitar peternakan ayam yang terkena wabah ini dilakukan untuk memberikan kekebalan pada ayam supaya tidak mudah tertular. Vaksinasi yang digunakan harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan menurut peraturan perundangan yang berlau. Kemudian vaksin yang boleh diedarkan dan digunakan adalah vaksin yang mendapat nomor registrasi Departemen Pertanian. Dalam program vaksinasi ini, Departemen Pertanian telah menyediakan sekitar 126 juta dosis vaksin siap digunakan. Vaksin ini didistribusikan ke daerah-daerah yang terkena infeksi atau daerah yang diperkirakan akan tertular. Pelaksanaan vaksinasi akan dikoordinir oleh Dinas Peternakan masing -masing wilayah yaitu provinsi, kabupaten dan kota.
3) Depopulasi
Istilah ”depopulasi” adalah tindakan memusnakan unggas atau hewan yang sakit secara terbatas. Ada berbagai cara yang dapat ditempuh sebagai upaya pemusnahan ini. Pertama, adalah dengan menguburkan unggas yang mati akibat avian influenza. Kedua , peternak dapat melaksanakan depopulasi dengan membakar unggas yang mati akibat terserang penyakit tersebut. Tujuan utama dari tindakan ini adalah untuk memutuskan siklus penyakit. Tempat di mana dilaksanakan pemusnahan hewan seharusnya ditutup kembali kemudian disiram dengan air kapur atau desinfektan. Seperti diketahui bahwa dalam mengkaji suatu penyakit, ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu pertama adalah agent atau penyebab penyakit, dalam hal ini virus avian influenza. Kedua adalah induk semang atau inang, dalam kasus ini yang bertindak sebagai inang adalah unggas, babi, bahkan manusia bila virus menginfeksi. Hal ketiga yang harus diperhatikan adalah lingkungan (enviromental), bila lingkungan tidak memberikan peluang maka suatu penyakit atau wabah tidak akan terjadi.
4) Melakukan pengawasan produk unggas
Daging, telur, dan karkas unggas perlu diawasi untuk mencegah penyebaran virus yang masih aktif dan menempel pada produk tersebut. Jika produk mengandung virus yang masih aktif dikhawatirkan akan berpindah ke unggas atau bahkan orang .
Beberapa langkah yang dapat digunakan untuk memperoleh daging yang aman dari flu burung antara lain sebagai berikut:
a) Pilih daging yang tidak terdapat bercak merah di bawah kulit .
b) Pilihlah daging segar. Bau daging segar biasanya khas atau tidak berbau anyir.
c) Pilih daging yang tidak lembek.
d) Pastikan dalam pengolahannya benar-benar matang.
5) Memantau lalu lintas unggas
Kiriman unggas yang dipesan dari luar daerah tempat pemesan perlu dipantau dan diperiksa. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya bibit endemik dari luar daerah. Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati kondisi fisik, kesehatan hewan serta melakukan uji laboratorium sampel darah unggas terhadap kemungkinan avian influenza. Dalam kondisi wabah seperti sekarang ini maka pengendalian juga berdasarkan perwilayahan ( zoning), ada 3 (tiga) pembagian wilayah dalam upaya pengendalian:
a) Daerah tertular; daerah yang sudah dinyatakan ada kasus secara klinis dan hasil uji laboratorium.
b) Daerah terancam; daerah yang berbatasan langsung dengan daerah tertular atau tidak memilki batasan alam dengan daerah tertular.
c) Daerah bebas; daerah yang dinyatakan masih belum ada kasus secara klinis mapun secara uji laboratorium, atau memiliki batas alam (propinsi, pulau).
Pembagian wilyah ini merupakan upaya dalam pengendalian suatu wabah sehingga secara sistematik mendukung program pengendalian. Dalam teknis pelaksanaannya harus dikombinasikan dengan program-program yang lain. Tujuan pengendalian dan pemberantasan sebagai berikut:
a) Mengendalikan wabah dengan menekan kasus kematian unggas .
b) Mengendalikan dan mengurangi perluasan penyakit ke wilayah lain di Indonesia.





BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1) Identifikasi penyakit flu burung
Avian influenza adalah sindrum penyakit infeksi yang disebabkan oleh sekelompok virus influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Gejala flu burung pada manusia seperti: kenaikan suhu tubuh sampai 39◦C; sakit tenggorokan ; batuk, sesak napas dan mengeluarkan lendir bening dari hidung; penurunan daya tahan tubuh yang sangat cepat ; tidak memiliki nafsu makan; diare dan muntah.
2) Agent penyebab penyakit flu burung adalah virus influenza tipe A . Virus influenza termasuk famili Orthomyxoviridae.
3) Penularan penyakit flu burung dapat terjadi dari unggas ke unggas dan dari unggas ke manusia.
4) Masa inkubasi penyakit flu burung yaitu:
1. Pada Unggas : 1 minggu
2. Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala.
5) Distribusi penyakit flu burung di Indonesia dapat dilihat pada:
1. Distribusi menurut Tempat
2. Distribusi menurut Waktu
3. Distribusi menurut Orang :
a) Umur
b) Jenis kelamin

6) Aspek pengendalian penyakit flu burung berupa upaya pencegahan terjangkit/ tertular fluburung dan juga upaya penanggulangan flu burung.
B. SARAN

Adapun yang dapat kami sarankan adalah sebagai berikut:
Kita harus senantiasa waspada terhadap penyakit flu burung dengan selalu memperhatikan sanitasi diri serta lingkungan sekitar kita sehingga kita dapat terhindar dari penyakit yang mematikan ini. Selain itu kita harus tanggap bila ada yang terjangkit flu burung.

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau yang secara internasional dikenal sebagai foot and mouth disease merupakan penyakit hewan yang paling ditakuti oleh semua negara di dunia, karena sangat cepat menular dan menimbulkan kerugian ekonomi yang luar biasa besarnya. Seluruhnya ada 15 jenis penyakit hewan menular berbahaya, yang secara ekonomis sangat merugikan, yang dimasukkan dalam daftar A oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties). Salah satu penyakit tersebut adalah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Ledakan wabah PMK pertama kali diketahui di Indonesia tahun 1887 di daerah Malang, Jawa Timur, kemudian penyakit menyebar ke berbagai daerah seperti Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Kampanye vaksinasi massal memberantas PMK dimulai tahun 1974 sehingga pada periode 1980 - 1982 tidak tercatat lagi kasus PMK. Pada tahun 1983 tiba-tiba muncul lagi kasus di Jawa Tengah dan menular kemana-mana. Melalui program vaksinasi secara teratur setiap tahun, wabah dapat dikendalikan dan kasus PMK tidak muncul lagi. Pada tahun 1986 Indonesia menyatakan bebas PMK. Hal ini diakui di lingkungan ASEAN sejak 1987 dan diakui secara internasional oleh organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties – OIE) tahun 1990. Pada tahun 2001 hanya ada 5 negara di dunia yang bebas dari PMK yaitu Kanada, Australia, Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Indonesia.




1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
2. Apa penyebab Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
3. Bagaiamana penularan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
4. Bagaimana gejala klinis Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
5. Bagaimana menegakkan diagnosa Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
6. Berapa lama masa inkubasi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
7. Bagaimana distribusi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
8. Bagaimana pencegahan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
9. Bagaimana pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
10. Bagaimana penanggulangan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
2. Untuk mengetahui agen penyebab Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
3. Untuk mengetahui sumber penular Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
4. Untuk mengetahui gejala klinis Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
5. Untuk mengetahui diagnosa yang dapat ditegakkan untuk Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
6. Untuk mengetahui masa inkubasi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
7. Untuk mengetahui distribusi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
8. Untuk mengetahui pencegahan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
9. Untuk mengetahui pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
10. Untuk mengetahui penanggulangan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau Aphthae epizooticae, Foot and mouth disease (FMD) adalah salah satu penyakit menular pada sapi, kerbau, babi, kambing, rusa ,domba dan hewan berkuku genap lainnya seperti gajah, mencit, tikus, dan babi hutan. Kasus yang menyerang manusia sangat jarang.
PMK atau yang secara internasional dikenal sebagai foot-and-mouth disease merupakan penyakit hewan yang paling ditakuti oleh semua negara di dunia, terutama negara-negara pengekspor ternak dan produksi ternak, karena sangat cepat menular dan menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat luar biasa besarnya. Seluruhnya ada 15 jenis penyakit hewan menular berbahaya, yang secara ekonomis sangat merugikan, yang dimasukkan dalam daftar A oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties). Salah satu penyakit tersebut adalah PMK.
Meskipun persoalan PMK sampai dengan saat ini dianggap hanyalah merupakan masalah kesehatan hewan dan tidak menyentuh kesehatan manusia, akan tetapi dampak PMK menjadi sangat luas mengingat keterkaitannya dengan aspek penting yang mempengaruhi kehidupan manusia yaitu aspek ekonomi dan perdagangan.

2.2. Penyebab Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
Penyakit mulut dan kuku disebabkan oleh enterovirus yang sangat kecil dari famili Picornaviridae, Genus Aphtovirus. Ada tujuh tipe virus PMK, yakni A, O, C, Asia¸ South African Teritorry (SAT) 1, 2, 3. Setiap tipe virus PMK masih terbagi lagi menjadi sub tipe dan galur (strain). Sejauh ini di Indonesia hanya ada satu virus PMK, yakni virus tipe O. Virus penyebab PMK ini berdiameter 10 – 20 milimikron dan terbentuk dari Ribonucleic acid (RNA) serta diselubungi oleh protein. Sifat-sifat virusnya yaitu :
1. Sangat labil
2. Antigenisitasnya cepat dan mudah berubah
3. Tidak tahan pH asam dan basa
4. Panas, sinar UV
5. Desinfektans
6. Karena terdapat protein virus PMK tahan berbulan-bulan terhadap kekeringan dan dingin

2.3. Sumber Penular
Sumber penular virus PMK adalah semua hewan yang peka terhadap virus PMK, yakni hewan berkuku genap, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi, gajah, jerapah, dan menjangan.

2.4. Gejala Klinis
1. Pada Manusia
Penyakit ini hampir selalu bersifat subklinis, tetapi virus dapat bertahan di farings dan tonsil sampai dua minggu. Mungkin terdapat demam dengan vesikel pada bibir, mulut, kaki, dan tangan untuk beberapa hari.
2. Pada Hewan
Secara klinis, tanda-tanda hewan yang terserang PMK adalah lesu/lemah, suhu tubuh meningkat (dapat mencapai 41oC), hipersalivasi, nafsu makan berkurang, enggan berdiri, pincang, bobot tubuh berkurang, produksi susu menurun bagi ternak penghasil susu, dan tingkat kesakitan sampai 100%. Tingkat kematian pada hewan dewasa umumnya rendah, namun biasanya tinggi pada hewan muda mycocarditis. Tanda khas PMK adalah lepuh-lepuh berupa tonjolan bulat yang berisi cairan imfe pada rongga mulut, lidah sebelah atas, bibir sebelah dalam, gusi, langit-langit, lekukan antara kaki dan di ambing susu.

2.5. Penegakan Diagnosis
Diagnosis dari penyakit mulut dan kuku didasarkan pada gejala klinis yang ditimbulkan. Selain itu dilakukan koleksi sampel pada hewan yang menderita untuk diperiksa dilaboratorium. Sampel isolasi dapat diambil melalui cairan lepuh, keropeng bekas lepuh, dan sampel darah.

2.6. Penularan
Pada hewan, penularan virus PMK umumnya terjadi secara kontak dalam kelompok hewan atau per os lewat makanan, minuman, atau alat-alat yang tercemar virus. Meskipun virus PMK relatif peka terhadap lingkungan di luar tubuh hewan, namun angka kesakitan dapat sangat tinggi karena hewan tertular mengeluarkan virus dalam jumlah sangat banyak lewat ekskreta (tinja, urine), terutama air liur.
Penularan virus PMK dapat pula terjadi lewat bahan makanan beku yang mengandung tulang atau kelenjar limfe. Sebenarnya, virus PMK dalam daging menjadi inaktif (mati) saat terjadi pelayuan daging, ketika pH daging menjadi asam, namun virus PMK yang berada di dalam sumsum tulang dan kelenjar limfe masih tetap hidup. Oleh karena itu, beberapa negara mensyaratkan pengiriman daging dari negara tertular PMK tidak boleh mengandung tulang dan kelenjar limfe, di samping persyaratan lain.
Orang yang bertugas di kandang dokter hewan, dan petugas kesehatan hewan dapat menularkan penyakit dari suatu peternakan tertular ke peternakan lainnya lewat sepatu atau alat lain yang tercemar virus PMK.

2.7. Masa Inkubasi
Manusia : Tidak tentu.
Hewan : 1 – 21 hari tetapi biasanya 3 – 8 hari.

2.8. Distribusi Penyakit
Badan Pangan Dunia (Food Agriculture Organization) dalam siaran persnya pada tahun 2000 yang lalu telah memperingatkan dunia bahwa setiap negara dalam tahun belakangan ini perlu mewaspadai kenyataan munculnya wabah PMK yang jangkauannya telah melampaui batas kontinen dan kecenderungannya untuk berkembang menjadi krisis global. Wabah PMK yang telah menjadi pandemi diberi nama “Pan Asia”.
Pan Asia pertama kali muncul di India utara pada tahun 1990 dan menyebar ke Arab Saudi, kemungkinan melalui perdagangan domba dan kambing hidup, dan kemudian menjalar ke negara-negara tetangganya di Timur Tengah. Pada tahun 1996 meluas sampai ke Eropa, dimana wabah PMK terjadi di Turki, dan dari sini mencapai Yunani dan Bulgaria.
Dari India menyebar ke arah timur dan barat – ke Nepal pada tahun 1993 dan 1994, Taiwan pada tahun 1997, Butan pada tahun 1998, Tibet dan Hae di China pada tahun 1999. Pada akhir tahun 1999 dan 2000, wabah sudah menyebar hampir di seluruh Asia Tenggara (Vietnam, Myanmar, Thailand, Kamboja dan Malaysia). Pada tahun 2000, dua negara di Timur Jauh juga takluk pada wabah Pan Asia yaitu Jepang dan Korea. Jepang telah bebas PMK sejak tahun 1908, dan Korea sejak tahun 1934. Kedua negara tersebut memiliki aturan yang ketat dalam hal importasi hewan dan daging. Persinggahan Pan Asia yang paling akhir sebelum mencapai Inggris adalah Afrika Selatan.
Penyakit mulut kuku adalah penyakit akut dan sangat menular pada: Sapi, kerbau, babi, kambing, domba dan hewan berkuku genap lainnya. Sedangkan hewan berkuku satu (kuda dll.nya) kebal terhadap virus ini. PMK di Indonesia dikenal sejak tahun 1887 dan pertama kali ditemukan di Pulau Jawa. Di Indonesia PMK dilaporkan pertama di Malang tahun 1887 kemudian menjalar ke: Bangil, Probolinggo, Lumajang, Jember sampai Banyuwangi (Jawa Timur). Kemudian dari tahun ke tahun PMK berjangkit hampir keseluruh Indonesia. Hanya ada 5 negara di dunia yang bebas dari PMK (2001): Kanada, Australia, Amerika Serikat,Selandia Baru, Indonesia
Dengan memperhitungkan kelayakan bahwa PMK bisa diberantas berdasarkan beberapa faktor keuntungan yang dimiliki, maka pada waktu itu. Pemerintah Indonesia memutuskan untuk melaksanakan program pemberantasan secara besar-besaran yang dimulai sejak tahun 1974–1985. Faktor keuntungan tersebut antara lain situasi geografis Indonesia yang terdiri dari kepulauan di mana laut dapat digunakan sebagai hambatan alam dalam mencegah penularan penyakit.
Hanya ada tiga pulau atau wilayah yang dinyatakan tertular, yaitu Pulau Jawa, Bali, dan Sulawesi. Sedangkan batas darat antara Kalimantan dengan Malaysia Timur (Sabah dan Serawak), dan antara Irian Jaya dengan Papua Niugini (PNG), juga secara tradisionil dikenal sebagai wilayah bebas PMK.
Faktor keuntungan lain adalah tipe virus PMK di Indonesia hanya ada satu jenis yaitu tipe O. Pemikiran lain yang juga mendukung adalah pada saat itu Indonesia aktif melakukan impor bibit ternak dalam upaya meningkatkan tingkat produktivitas ternak lokal dan diasumsikan kenaikan tingkat produktivitas di masa depan akan sulit dicapai tanpa membebaskan populasi ternak dari PMK.
Dengan semakin meningkatnya secara luar biasa lalu lintas orang dan hewan antar negara dalam dekade ini, yang membuat batas antar negara semakin tidak tampak (borderless country), maka penerapan Perjanjian Sanitary and Phytosanitary (SPS), yang mengatur tindakan suatu negara untuk melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, perlu dimanfaatkan seluas-luasnya untuk mencegah Indonesia tertular kembali.

2.9. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah masuknya binatang dan hasil-hasilnya dari negara-negara dimana terdapat penyakit tersebut. Vaksinasi binatang yang rentan terhadap penyakit pada daerah perbatasan antara daerah yang terinfeksi dan yang tidak. Pemusanahan hewan-hewan yang terinfeksi dan yang kontak dengannya ketika terjadi wabah di daerah yang bukan enzootik.
Tindakan Kewaspadaan PMK Pemantauan dan Antisipasi oleh Petugas Dinas Peternakan/Kehewanan dan Karantina Petugas Dinas Peternakan/Kehewanan dan Karantina dapat mengantisipasi masuknya PMK melalui impor ternak dan hasil ternak serta timbulnya kembali kejadian PMK dengan melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Pengamatan aktif di lapang, di tingkat kecamatan atau desa, terutama pada lokasi yang pernah timbul wabah PMK serta tempat-tempat rawan seperti pasar hewan, RPH, dan daerah penggembalaan.
2. Sosialisasi kepada peternak mengenai tanda-tanda khas PMK. Bila ada kasus yang dicurigai, segera melapor ke Dinas Peternakan/ Kehewanan setempat.
3. Dalam waktu 24 jam petugas wajib lapor ke Dinas Peternakan/ Kehewanan setempat bila ada kasus yang dicurigai, kemudian diteruskan ke Dinas Peternakan/ Kehewanan Kabupaten, Propinsi dan ke Pusat. Pemantauan dan Antisipasi oleh Petugas Laboratorium Laboratorium Pusat Veterinaria Farma (Pusvetma) di Surabaya dan Balai Penyidik Penyakit Hewan (BPPH) Wilayah I, bekerja sama dengan Dinas Peternakan/Kehewanan setempat, setiap tahun sekali mengadakan pemantauan ke lapang, terutama di daerah-daerah yang berbatasan dengan Negara tetangga atau lokasi yang pernah timbul wabah. Pemantauan secara laboratoris oleh Pusvetma dan BPPH ditujukan terutama untuk uji serologis. Pengamatan laboratorium lebih lanjut dengan pemeriksaan biologis dan isolasi virus perlu dilakukan bila ada kasus yang dicurigai.

2.11. Pengendalian
Untuk mengendalikan penyakit ini dapat dilakukan vaksinasi , tergantung pada keadaan setempat. Mengendalikan arus lalu lintas ternak,dalam hal ini pengawasan daging-daging ternak ,seperti tempat pemotongan daging,pasar dan lain-lain. Melalui cara sebagai berikut :
1. Daging PMK boleh dijual belikan asalkan dilayukan selama 24 jam
2. Tulang, jeroan, dan kepala : direbus dahulu
3. Kulit : pemanasan dan pengeringan sempurna
4. Air susu : pasteurisasi susu tidak cukup untuk membunuh virus karena virus dapat berlindung dalam bahan-bahan susu spt: lemak, sisa-sisa sel dsb.nya.

2.11. Penanggulangan Wabah
Ketika terjadi wabah,maka perlu dilakukan penanggulangan melalui Kebijakan sebagai berikut.
 Pengamatan terhadap manusia, hewan berkuku genap
 Pengobatan terhadap penderita
 Pemberantasan hewan terinfeksi,seperti mengisolasi,membakar hewan yang mati .
 Perbaikan lingkungan.

2.12. Dampak dari PMK
Kerugian Akibat PMK akan mendatangkan kerugian yang cukup besar karena hal-hal berikut ini:
1. Penurunan produktivitas kerja ternak. Pada sapi potong, produktivitas kerja ternak penderitan PMK akan menurun. Penurunan bobot hidup.
2. Ternak yang menderita PMK sulit mengonsumsi, mengunyah dan menelan pakan, bahkan pada kasus yang sangat parah, ternak tidak dapat makan sama sekali. Akibatnya, cadangan energi tubuh akan terpakai terus hingga akhirnya bobot hidup menurun dan ternak menjadi lemas.
3. Gangguan fertilitas. Ternak produktif yang terserang PMK akan kehilangan kemampuan untuk melahirkan setahun setelah terserang penyakit tersebut. Ternak baru dapat beranak kembali setelah dua tahun kemudian. Jika pada awalnya seekor ternak mampu beranak lima ekor, karena penyakit ini kemampuan melahirkan menurun menjadi tiga ekor atau kemampuan menghasilkan anak menurun 40%.
4. Kerugian ekonomi akibat penutupan pasar hewan dan daerah tertular. Dalam keadaan terjadi serangan PMK, seluruh kegiatan di pasar hewan dan rumah pemotongan hewan (RPH) ditutup. Akibatnya, pekerja di pasar hewan dan RPH, pedagang ternak, serta pengumpul rumput akan kehilangan mata pencaharian selama jangka waktu yang tidak menentu.
5. Hilangnya peluang ekspor ternak, hasil ikutan ternak, hasil bahan hewan, dan pakan.
6. Pada manusia ketika terjadi kontak dapat menimbulkan gejala seperti flu, dan akibat terburuknya dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian.













BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. PMK adalah penyakit hewan yang menyerang hewan berkuku genap seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi dan hewan liar seperti menjangan, lhama, kanguru, yaks serta hewan peka lainnya seperti gajah, armadillo dan tikus.
2. Penyakit mulut dan kuku disebabkan oleh enterovirus yang sangat kecil dari famili Picornaviridae, Genus Aphtovirus.
3. Sumber penular virus PMK adalah semua hewan yang peka terhadap virus PMK, yakni hewan berkuku genap, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi, gajah, jerapah, dan menjangan. Pada hewan, penularan virus PMK umumnya terjadi secara kontak dalam kelompok hewan atau per os lewat makanan, minuman, atau alat-alat yang tercemar virus.
4. Pada manusia penyakit ini hampir selalu bersifat subklinis, tetapi virus dapat bertahan di farings dan tonsil sampai dua minggu. Mungkin terdapat demam dengan vesikel pada bibir, mulut, kaki, dan tangan untuk beberapa hari. Pada hewan secara klinis, tanda-tanda hewan yang terserang PMK adalah lesu/lemah, suhu tubuh meningkat (dapat mencapai 41oC), hipersalivasi, nafsu makan berkurang, enggan berdiri, pincang, bobot tubuh berkurang, produksi susu menurun bagi ternak penghasil susu, dan tingkat kesakitan sampai 100%.
5. Penegakan diagnosis dari penyakit mulut dan kuku didasarkan pada gejala klinis yang ditimbulkan. Selain itu dilakukan koleksi sampel pada hewan yang menderita untuk diperiksa dilaboratorium. Sampel isolasi dapat diambil melalui cairan lepuh, keropeng bekas lepuh, dan sampel darah.
6. Masa Inkubasi pada manusia tidak tentu dan pada hewan dapat berlangsung 1 – 21 hari tetapi biasanya 3 – 8 hari.
7. Distribusi penyakit kuku dan mulut sudah tersebar secara luas di berbagai negara di dunia., seperti Inggris, Korea, Jepang, dan beberapa negara lainnya.
8. Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah masuknya binatang dan hasil-hasilnya dari negara-negara dimana terdapat penyakit tersebut. Vaksinasi binatang yang rentan terhadap penyakit pada daerah perbatasan antara daerah yang terinfeksi dan yang tidak. Pemusanahan hewan-hewan yang terinfeksi dan yang kontak dengannya ketika terjadi wabah di daerah yang bukan enzootik.
9. Untuk mengendalikan penyakit ini dapat dilakukan vaksinasi , tergantung pada keadaan setempat. Mengendalikan arus lalu lintas ternak,dalam hal ini pengawasan daging-daging ternak ,seperti tempat pemotongan daging,pasar dan lain-lain.
10. Ketika terjadi wabah,maka perlu dilakukan penanggulangan melalui Kebijakan sebagai berikut.
a. Pengamatan terhadap manusia, hewan berkuku genap
b. Pengobatan terhadap penderita
c. Pemberantasan hewan terinfeksi,seperti mengisolasi,membakar hewan yang mati .
d. Perbaikan lingkungan.
3.2. Saran
Penyakit mulut dan kuku merupakan salah satu penyakit zoonosis yang penting untuk diketahui,dan diberantas,karena penularannya melalui udara(Air Born Deseases).Dalam penalataksanaan perlu ada lintas sector dari setiap pihak.seperti depertemement pertanian (dirjen peternakan) selaku pengelola,dinas kesehatan selaku pengawas ,serta depertement perdagangan selaku pemberi kebijakan terhadap lalu lintas perdagangan daging.Sehingga penyakit mulut dan kuku tidak penyebabkan wabah di seluruh dunia,khususnya di Indonesia