Selasa, 28 September 2010

NABI SULAIMAN & BURUNG HOOPOE

Dikisahkan bahwa bukan hanya manusia yang ingin berdekatan dengan dengan sang Nabi Sulaiman. Mereka pun ingin melayani sanga Nabi.
SAtu persatu,Mereka memperagakan Kebolehan diri. Giliran bung Hoopoe, ia mengatakan dengan suara lembut, “hanya satu keahlian yang saya miliki dan itu pun sangat tidak berarti.”
Dalam bahasa latin burung ini disebut Upupa. Setahu saya di Indonesia tidak ada burung Hoopoe (bahasa inggris). Walaupun badannya hitam dan miripi burung gagagk, Hoopoe bersuara merdu. Ceriata ini menunnjukkan seorang proses seorang siswa. Seorang Murshid (Guru), eorang master akan selalu menguji ketulusan calon murid. Ia tidak akan menerimanya begitu saja. Memiliki keahlian atau tidak, sesungguhnya tidak menjadi masalah. Yang di perhatikan oleh murshid dalah cara anda menyampaikan. Jangan sekali-sekali menyombongkan diri. Jangan piker anda sudah hebat.
Jangan arogan,”Aku pernah belajar ini, aku pernah belajar itu. Aku pernah belajar sama si Fulan. Aku kenal si Fulan.”Tidak perlu menujukkan sertifikat. Yang perlu anda tunjukan hanyalah ketulusan hati itu saja- cukup,titik.
Apapun keahlianmu, seberapa pun artinya katakana….Aku ingin mendengarkannya,” desak sanga Nabi.
“dari langit diatas sana, saya bisa melihat mata air dibawah tanah. Inilah satu-satunya keahlian saya!.” Jawab burung Hoopoe.
Ini jelas-jelas bahasa meditasi. Ketika seoarang berada di “langit meditasi” dia bisa melihat kebawah. Dia bisa melihat “mata air kesadaran” yang sesungguhnya berada dalam dirinya sendiri.
Nabi Sulaiman memahami bahasa burung Hoopoe. Dan Ia menaggapinya :
“bergabunglah dengan kami,sobat. Untuk menghadapi padang pasir kehidupan, keahlianmu akan sangat membantu.”

Tampak berlembab,sesungguhnya “permukaan hidup” kita sangat kering. Ya, amat sangat kering. Karena itu, kita mengejar “kelembaban harta”, “tahta”, dan “nama”. Kita mencari kelembaban cinta dan perhatian” dari teman dan soudara, anak, istri, suami petinggi Negara, dosen, ulama, guru. Padahal dalam diri kita sendiri ada mata air kesadaran sumber kelembaban yang tak akan pernah habis. Gali sedikit saja dan hidup anda akan langsung berlembab, tidak kering,dan tidak gersang.
Dan para penggali ini lah yang menjadi sobat para Nabi. Para “pencari” tidak bisa menjadi sobat para Nabi. Mereka terlalu sibuk mencari. Berada begitu dekat dengan seorang Nabi, mereka masih menoleh kekanan dan ke kiri. Mereka tak pernah menoleh kedalam diri satu kali saja, mereka akan menemukan bahwa yang ada di dalam dirinya, ada juga di dalam diri Nabi. Seorang nabi sudah berhasil mengangkat dirinya ke permukaan. Sementara mereka masih terus berupaya untuk itu.
Dan di akan berhenti mencari. Dia tahu persis tidak ada yang perlu dicari. Dia harus menggali. Dan untuk itu siapa lagiyang dapat membantu dirinya, kecuai seorang penggali yang sudah ahli.
Sementara burung Gagak yang mendengarkan percakapan burung Hoopoe dengan Nabi tidak bisa menahan rasa irinya, “jangan dengarkan dia.Nabi. dia bohong, sering sekali aku melihat di jatuh dalam perangkap pemburu. Jika melihat perangkap saja tidak bisa, mana mungkin dia bisa melihat mata air di bawah tanah?”
Nabi sulaiman menoleh kearah burung Hoopoe,”apa katamu? Benarkah dia?”
Si Hoopoe menjawab, “yang memberi saya mata untuk melihat mata air di bawah tanah adalah Allah. Yang membuat saya tidak melihat perangkap di atas tanah juga Allah. Siapa yang dapat melawan kehendak-Nya?”
“ketika berda di langit ,saya bisa melihat dengan jelas apa yang berda di bawah. Begitu saya turun dari ketinggian , saya terperangkap.”
Dari cerita ini kita akhiri melihat kisah Nabi Adam. Tuhan memberkahi dia dengan kesadaran, sehingga bisa member nama kepada setiap makhluk, tumbuh-tumbuhan dan benda. Tetapi begitu lalai sedikit, dia pun tergoda oleh setan. Seperti orang yang ketiduran dan barang-barangnya di ambil maling.
Bila “awan kelalaian” bisa menutupi “langit kesadaran”—itupun karena Allah. Dia menimbulkan rasa takut. Dia pula menciptakan rasa aman.
Jatuhnya burung Hoopoe dalam perngkap merupakan bagian dari evolusi batin. Pengalaman “jatuh” yang di sebabkan oleh merosotnya kesadaran sangat di butuhkan, sehingga kita bisa berhati-hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar