Rabu, 11 Mei 2011

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau yang secara internasional dikenal sebagai foot and mouth disease merupakan penyakit hewan yang paling ditakuti oleh semua negara di dunia, karena sangat cepat menular dan menimbulkan kerugian ekonomi yang luar biasa besarnya. Seluruhnya ada 15 jenis penyakit hewan menular berbahaya, yang secara ekonomis sangat merugikan, yang dimasukkan dalam daftar A oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties). Salah satu penyakit tersebut adalah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Ledakan wabah PMK pertama kali diketahui di Indonesia tahun 1887 di daerah Malang, Jawa Timur, kemudian penyakit menyebar ke berbagai daerah seperti Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Kampanye vaksinasi massal memberantas PMK dimulai tahun 1974 sehingga pada periode 1980 - 1982 tidak tercatat lagi kasus PMK. Pada tahun 1983 tiba-tiba muncul lagi kasus di Jawa Tengah dan menular kemana-mana. Melalui program vaksinasi secara teratur setiap tahun, wabah dapat dikendalikan dan kasus PMK tidak muncul lagi. Pada tahun 1986 Indonesia menyatakan bebas PMK. Hal ini diakui di lingkungan ASEAN sejak 1987 dan diakui secara internasional oleh organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties – OIE) tahun 1990. Pada tahun 2001 hanya ada 5 negara di dunia yang bebas dari PMK yaitu Kanada, Australia, Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Indonesia.




1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
2. Apa penyebab Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
3. Bagaiamana penularan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
4. Bagaimana gejala klinis Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
5. Bagaimana menegakkan diagnosa Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
6. Berapa lama masa inkubasi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
7. Bagaimana distribusi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
8. Bagaimana pencegahan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
9. Bagaimana pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?
10. Bagaimana penanggulangan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
2. Untuk mengetahui agen penyebab Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
3. Untuk mengetahui sumber penular Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
4. Untuk mengetahui gejala klinis Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
5. Untuk mengetahui diagnosa yang dapat ditegakkan untuk Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
6. Untuk mengetahui masa inkubasi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
7. Untuk mengetahui distribusi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
8. Untuk mengetahui pencegahan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
9. Untuk mengetahui pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
10. Untuk mengetahui penanggulangan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau Aphthae epizooticae, Foot and mouth disease (FMD) adalah salah satu penyakit menular pada sapi, kerbau, babi, kambing, rusa ,domba dan hewan berkuku genap lainnya seperti gajah, mencit, tikus, dan babi hutan. Kasus yang menyerang manusia sangat jarang.
PMK atau yang secara internasional dikenal sebagai foot-and-mouth disease merupakan penyakit hewan yang paling ditakuti oleh semua negara di dunia, terutama negara-negara pengekspor ternak dan produksi ternak, karena sangat cepat menular dan menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat luar biasa besarnya. Seluruhnya ada 15 jenis penyakit hewan menular berbahaya, yang secara ekonomis sangat merugikan, yang dimasukkan dalam daftar A oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties). Salah satu penyakit tersebut adalah PMK.
Meskipun persoalan PMK sampai dengan saat ini dianggap hanyalah merupakan masalah kesehatan hewan dan tidak menyentuh kesehatan manusia, akan tetapi dampak PMK menjadi sangat luas mengingat keterkaitannya dengan aspek penting yang mempengaruhi kehidupan manusia yaitu aspek ekonomi dan perdagangan.

2.2. Penyebab Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
Penyakit mulut dan kuku disebabkan oleh enterovirus yang sangat kecil dari famili Picornaviridae, Genus Aphtovirus. Ada tujuh tipe virus PMK, yakni A, O, C, Asia¸ South African Teritorry (SAT) 1, 2, 3. Setiap tipe virus PMK masih terbagi lagi menjadi sub tipe dan galur (strain). Sejauh ini di Indonesia hanya ada satu virus PMK, yakni virus tipe O. Virus penyebab PMK ini berdiameter 10 – 20 milimikron dan terbentuk dari Ribonucleic acid (RNA) serta diselubungi oleh protein. Sifat-sifat virusnya yaitu :
1. Sangat labil
2. Antigenisitasnya cepat dan mudah berubah
3. Tidak tahan pH asam dan basa
4. Panas, sinar UV
5. Desinfektans
6. Karena terdapat protein virus PMK tahan berbulan-bulan terhadap kekeringan dan dingin

2.3. Sumber Penular
Sumber penular virus PMK adalah semua hewan yang peka terhadap virus PMK, yakni hewan berkuku genap, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi, gajah, jerapah, dan menjangan.

2.4. Gejala Klinis
1. Pada Manusia
Penyakit ini hampir selalu bersifat subklinis, tetapi virus dapat bertahan di farings dan tonsil sampai dua minggu. Mungkin terdapat demam dengan vesikel pada bibir, mulut, kaki, dan tangan untuk beberapa hari.
2. Pada Hewan
Secara klinis, tanda-tanda hewan yang terserang PMK adalah lesu/lemah, suhu tubuh meningkat (dapat mencapai 41oC), hipersalivasi, nafsu makan berkurang, enggan berdiri, pincang, bobot tubuh berkurang, produksi susu menurun bagi ternak penghasil susu, dan tingkat kesakitan sampai 100%. Tingkat kematian pada hewan dewasa umumnya rendah, namun biasanya tinggi pada hewan muda mycocarditis. Tanda khas PMK adalah lepuh-lepuh berupa tonjolan bulat yang berisi cairan imfe pada rongga mulut, lidah sebelah atas, bibir sebelah dalam, gusi, langit-langit, lekukan antara kaki dan di ambing susu.

2.5. Penegakan Diagnosis
Diagnosis dari penyakit mulut dan kuku didasarkan pada gejala klinis yang ditimbulkan. Selain itu dilakukan koleksi sampel pada hewan yang menderita untuk diperiksa dilaboratorium. Sampel isolasi dapat diambil melalui cairan lepuh, keropeng bekas lepuh, dan sampel darah.

2.6. Penularan
Pada hewan, penularan virus PMK umumnya terjadi secara kontak dalam kelompok hewan atau per os lewat makanan, minuman, atau alat-alat yang tercemar virus. Meskipun virus PMK relatif peka terhadap lingkungan di luar tubuh hewan, namun angka kesakitan dapat sangat tinggi karena hewan tertular mengeluarkan virus dalam jumlah sangat banyak lewat ekskreta (tinja, urine), terutama air liur.
Penularan virus PMK dapat pula terjadi lewat bahan makanan beku yang mengandung tulang atau kelenjar limfe. Sebenarnya, virus PMK dalam daging menjadi inaktif (mati) saat terjadi pelayuan daging, ketika pH daging menjadi asam, namun virus PMK yang berada di dalam sumsum tulang dan kelenjar limfe masih tetap hidup. Oleh karena itu, beberapa negara mensyaratkan pengiriman daging dari negara tertular PMK tidak boleh mengandung tulang dan kelenjar limfe, di samping persyaratan lain.
Orang yang bertugas di kandang dokter hewan, dan petugas kesehatan hewan dapat menularkan penyakit dari suatu peternakan tertular ke peternakan lainnya lewat sepatu atau alat lain yang tercemar virus PMK.

2.7. Masa Inkubasi
Manusia : Tidak tentu.
Hewan : 1 – 21 hari tetapi biasanya 3 – 8 hari.

2.8. Distribusi Penyakit
Badan Pangan Dunia (Food Agriculture Organization) dalam siaran persnya pada tahun 2000 yang lalu telah memperingatkan dunia bahwa setiap negara dalam tahun belakangan ini perlu mewaspadai kenyataan munculnya wabah PMK yang jangkauannya telah melampaui batas kontinen dan kecenderungannya untuk berkembang menjadi krisis global. Wabah PMK yang telah menjadi pandemi diberi nama “Pan Asia”.
Pan Asia pertama kali muncul di India utara pada tahun 1990 dan menyebar ke Arab Saudi, kemungkinan melalui perdagangan domba dan kambing hidup, dan kemudian menjalar ke negara-negara tetangganya di Timur Tengah. Pada tahun 1996 meluas sampai ke Eropa, dimana wabah PMK terjadi di Turki, dan dari sini mencapai Yunani dan Bulgaria.
Dari India menyebar ke arah timur dan barat – ke Nepal pada tahun 1993 dan 1994, Taiwan pada tahun 1997, Butan pada tahun 1998, Tibet dan Hae di China pada tahun 1999. Pada akhir tahun 1999 dan 2000, wabah sudah menyebar hampir di seluruh Asia Tenggara (Vietnam, Myanmar, Thailand, Kamboja dan Malaysia). Pada tahun 2000, dua negara di Timur Jauh juga takluk pada wabah Pan Asia yaitu Jepang dan Korea. Jepang telah bebas PMK sejak tahun 1908, dan Korea sejak tahun 1934. Kedua negara tersebut memiliki aturan yang ketat dalam hal importasi hewan dan daging. Persinggahan Pan Asia yang paling akhir sebelum mencapai Inggris adalah Afrika Selatan.
Penyakit mulut kuku adalah penyakit akut dan sangat menular pada: Sapi, kerbau, babi, kambing, domba dan hewan berkuku genap lainnya. Sedangkan hewan berkuku satu (kuda dll.nya) kebal terhadap virus ini. PMK di Indonesia dikenal sejak tahun 1887 dan pertama kali ditemukan di Pulau Jawa. Di Indonesia PMK dilaporkan pertama di Malang tahun 1887 kemudian menjalar ke: Bangil, Probolinggo, Lumajang, Jember sampai Banyuwangi (Jawa Timur). Kemudian dari tahun ke tahun PMK berjangkit hampir keseluruh Indonesia. Hanya ada 5 negara di dunia yang bebas dari PMK (2001): Kanada, Australia, Amerika Serikat,Selandia Baru, Indonesia
Dengan memperhitungkan kelayakan bahwa PMK bisa diberantas berdasarkan beberapa faktor keuntungan yang dimiliki, maka pada waktu itu. Pemerintah Indonesia memutuskan untuk melaksanakan program pemberantasan secara besar-besaran yang dimulai sejak tahun 1974–1985. Faktor keuntungan tersebut antara lain situasi geografis Indonesia yang terdiri dari kepulauan di mana laut dapat digunakan sebagai hambatan alam dalam mencegah penularan penyakit.
Hanya ada tiga pulau atau wilayah yang dinyatakan tertular, yaitu Pulau Jawa, Bali, dan Sulawesi. Sedangkan batas darat antara Kalimantan dengan Malaysia Timur (Sabah dan Serawak), dan antara Irian Jaya dengan Papua Niugini (PNG), juga secara tradisionil dikenal sebagai wilayah bebas PMK.
Faktor keuntungan lain adalah tipe virus PMK di Indonesia hanya ada satu jenis yaitu tipe O. Pemikiran lain yang juga mendukung adalah pada saat itu Indonesia aktif melakukan impor bibit ternak dalam upaya meningkatkan tingkat produktivitas ternak lokal dan diasumsikan kenaikan tingkat produktivitas di masa depan akan sulit dicapai tanpa membebaskan populasi ternak dari PMK.
Dengan semakin meningkatnya secara luar biasa lalu lintas orang dan hewan antar negara dalam dekade ini, yang membuat batas antar negara semakin tidak tampak (borderless country), maka penerapan Perjanjian Sanitary and Phytosanitary (SPS), yang mengatur tindakan suatu negara untuk melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, perlu dimanfaatkan seluas-luasnya untuk mencegah Indonesia tertular kembali.

2.9. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah masuknya binatang dan hasil-hasilnya dari negara-negara dimana terdapat penyakit tersebut. Vaksinasi binatang yang rentan terhadap penyakit pada daerah perbatasan antara daerah yang terinfeksi dan yang tidak. Pemusanahan hewan-hewan yang terinfeksi dan yang kontak dengannya ketika terjadi wabah di daerah yang bukan enzootik.
Tindakan Kewaspadaan PMK Pemantauan dan Antisipasi oleh Petugas Dinas Peternakan/Kehewanan dan Karantina Petugas Dinas Peternakan/Kehewanan dan Karantina dapat mengantisipasi masuknya PMK melalui impor ternak dan hasil ternak serta timbulnya kembali kejadian PMK dengan melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Pengamatan aktif di lapang, di tingkat kecamatan atau desa, terutama pada lokasi yang pernah timbul wabah PMK serta tempat-tempat rawan seperti pasar hewan, RPH, dan daerah penggembalaan.
2. Sosialisasi kepada peternak mengenai tanda-tanda khas PMK. Bila ada kasus yang dicurigai, segera melapor ke Dinas Peternakan/ Kehewanan setempat.
3. Dalam waktu 24 jam petugas wajib lapor ke Dinas Peternakan/ Kehewanan setempat bila ada kasus yang dicurigai, kemudian diteruskan ke Dinas Peternakan/ Kehewanan Kabupaten, Propinsi dan ke Pusat. Pemantauan dan Antisipasi oleh Petugas Laboratorium Laboratorium Pusat Veterinaria Farma (Pusvetma) di Surabaya dan Balai Penyidik Penyakit Hewan (BPPH) Wilayah I, bekerja sama dengan Dinas Peternakan/Kehewanan setempat, setiap tahun sekali mengadakan pemantauan ke lapang, terutama di daerah-daerah yang berbatasan dengan Negara tetangga atau lokasi yang pernah timbul wabah. Pemantauan secara laboratoris oleh Pusvetma dan BPPH ditujukan terutama untuk uji serologis. Pengamatan laboratorium lebih lanjut dengan pemeriksaan biologis dan isolasi virus perlu dilakukan bila ada kasus yang dicurigai.

2.11. Pengendalian
Untuk mengendalikan penyakit ini dapat dilakukan vaksinasi , tergantung pada keadaan setempat. Mengendalikan arus lalu lintas ternak,dalam hal ini pengawasan daging-daging ternak ,seperti tempat pemotongan daging,pasar dan lain-lain. Melalui cara sebagai berikut :
1. Daging PMK boleh dijual belikan asalkan dilayukan selama 24 jam
2. Tulang, jeroan, dan kepala : direbus dahulu
3. Kulit : pemanasan dan pengeringan sempurna
4. Air susu : pasteurisasi susu tidak cukup untuk membunuh virus karena virus dapat berlindung dalam bahan-bahan susu spt: lemak, sisa-sisa sel dsb.nya.

2.11. Penanggulangan Wabah
Ketika terjadi wabah,maka perlu dilakukan penanggulangan melalui Kebijakan sebagai berikut.
 Pengamatan terhadap manusia, hewan berkuku genap
 Pengobatan terhadap penderita
 Pemberantasan hewan terinfeksi,seperti mengisolasi,membakar hewan yang mati .
 Perbaikan lingkungan.

2.12. Dampak dari PMK
Kerugian Akibat PMK akan mendatangkan kerugian yang cukup besar karena hal-hal berikut ini:
1. Penurunan produktivitas kerja ternak. Pada sapi potong, produktivitas kerja ternak penderitan PMK akan menurun. Penurunan bobot hidup.
2. Ternak yang menderita PMK sulit mengonsumsi, mengunyah dan menelan pakan, bahkan pada kasus yang sangat parah, ternak tidak dapat makan sama sekali. Akibatnya, cadangan energi tubuh akan terpakai terus hingga akhirnya bobot hidup menurun dan ternak menjadi lemas.
3. Gangguan fertilitas. Ternak produktif yang terserang PMK akan kehilangan kemampuan untuk melahirkan setahun setelah terserang penyakit tersebut. Ternak baru dapat beranak kembali setelah dua tahun kemudian. Jika pada awalnya seekor ternak mampu beranak lima ekor, karena penyakit ini kemampuan melahirkan menurun menjadi tiga ekor atau kemampuan menghasilkan anak menurun 40%.
4. Kerugian ekonomi akibat penutupan pasar hewan dan daerah tertular. Dalam keadaan terjadi serangan PMK, seluruh kegiatan di pasar hewan dan rumah pemotongan hewan (RPH) ditutup. Akibatnya, pekerja di pasar hewan dan RPH, pedagang ternak, serta pengumpul rumput akan kehilangan mata pencaharian selama jangka waktu yang tidak menentu.
5. Hilangnya peluang ekspor ternak, hasil ikutan ternak, hasil bahan hewan, dan pakan.
6. Pada manusia ketika terjadi kontak dapat menimbulkan gejala seperti flu, dan akibat terburuknya dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian.













BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. PMK adalah penyakit hewan yang menyerang hewan berkuku genap seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi dan hewan liar seperti menjangan, lhama, kanguru, yaks serta hewan peka lainnya seperti gajah, armadillo dan tikus.
2. Penyakit mulut dan kuku disebabkan oleh enterovirus yang sangat kecil dari famili Picornaviridae, Genus Aphtovirus.
3. Sumber penular virus PMK adalah semua hewan yang peka terhadap virus PMK, yakni hewan berkuku genap, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi, gajah, jerapah, dan menjangan. Pada hewan, penularan virus PMK umumnya terjadi secara kontak dalam kelompok hewan atau per os lewat makanan, minuman, atau alat-alat yang tercemar virus.
4. Pada manusia penyakit ini hampir selalu bersifat subklinis, tetapi virus dapat bertahan di farings dan tonsil sampai dua minggu. Mungkin terdapat demam dengan vesikel pada bibir, mulut, kaki, dan tangan untuk beberapa hari. Pada hewan secara klinis, tanda-tanda hewan yang terserang PMK adalah lesu/lemah, suhu tubuh meningkat (dapat mencapai 41oC), hipersalivasi, nafsu makan berkurang, enggan berdiri, pincang, bobot tubuh berkurang, produksi susu menurun bagi ternak penghasil susu, dan tingkat kesakitan sampai 100%.
5. Penegakan diagnosis dari penyakit mulut dan kuku didasarkan pada gejala klinis yang ditimbulkan. Selain itu dilakukan koleksi sampel pada hewan yang menderita untuk diperiksa dilaboratorium. Sampel isolasi dapat diambil melalui cairan lepuh, keropeng bekas lepuh, dan sampel darah.
6. Masa Inkubasi pada manusia tidak tentu dan pada hewan dapat berlangsung 1 – 21 hari tetapi biasanya 3 – 8 hari.
7. Distribusi penyakit kuku dan mulut sudah tersebar secara luas di berbagai negara di dunia., seperti Inggris, Korea, Jepang, dan beberapa negara lainnya.
8. Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah masuknya binatang dan hasil-hasilnya dari negara-negara dimana terdapat penyakit tersebut. Vaksinasi binatang yang rentan terhadap penyakit pada daerah perbatasan antara daerah yang terinfeksi dan yang tidak. Pemusanahan hewan-hewan yang terinfeksi dan yang kontak dengannya ketika terjadi wabah di daerah yang bukan enzootik.
9. Untuk mengendalikan penyakit ini dapat dilakukan vaksinasi , tergantung pada keadaan setempat. Mengendalikan arus lalu lintas ternak,dalam hal ini pengawasan daging-daging ternak ,seperti tempat pemotongan daging,pasar dan lain-lain.
10. Ketika terjadi wabah,maka perlu dilakukan penanggulangan melalui Kebijakan sebagai berikut.
a. Pengamatan terhadap manusia, hewan berkuku genap
b. Pengobatan terhadap penderita
c. Pemberantasan hewan terinfeksi,seperti mengisolasi,membakar hewan yang mati .
d. Perbaikan lingkungan.
3.2. Saran
Penyakit mulut dan kuku merupakan salah satu penyakit zoonosis yang penting untuk diketahui,dan diberantas,karena penularannya melalui udara(Air Born Deseases).Dalam penalataksanaan perlu ada lintas sector dari setiap pihak.seperti depertemement pertanian (dirjen peternakan) selaku pengelola,dinas kesehatan selaku pengawas ,serta depertement perdagangan selaku pemberi kebijakan terhadap lalu lintas perdagangan daging.Sehingga penyakit mulut dan kuku tidak penyebabkan wabah di seluruh dunia,khususnya di Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar