Selasa, 17 Mei 2011

MALARIA

MALARIA
A. Definisi Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles). Secara epidemiologi penyakit malaria dapat menyerang orang baik laki-laki maupun perempuan, pada semua golongan umur, dari bayi sampai orang dewasa.
B. Klasifikasi Malaria
Ada beberapa macam plasmodium malaria, yaitu :
1. Plasmodium Vivax : penyebab penyakit malaria tersiana
2. Plasmodium Ovale : penyebab penyakit malaria ovale
3. Plasmodium Falsifarum : penyebab penyakit malaria falciparum
4. Plasmodium Malariae : penyebab penyakit malaria kuartana
5. Plasmodium Knowlesi ( Baru ditemukan di malaysia )
C. Epidemiologi Malaria
Malaria ditemukan di daerah-daerah mulai 600 utara sampai dengan 320 selatan dari daerah dengan ketinggian 2666 m (Bolivia), sampai dengan daerah yang terletak 433 m dibawah permukaan laut.
Di indonesia malaria ditemukan tersebar luas pada semua pulau dengan derajat dan berat infeksi yang bervariasi. Di suatu derah dapat terjadi epidemi (wabah), yaitu jika pada suatu waktu jumlah penderita meningkat secara tajam. Di suatu derah kedaan malaria disebut stabil jika di derah itu ada tranmisi yang tinggi secara terus menerus. Di derah seperti itu biasanya kekebalan penduduk adalah tinggi sehingga tidak mudah terjadi epidemi.
Di suatu daerah keadaan malaria disebut tidak stabil, jika transmisi di daerah itu tidak tetap. Di derah seperti ini kekebalan penduduk biasanya rendah, sehingga lebih mudah terjadi epidemi. Berat ringannya infeksi malaria pada suatu masyarakat diukur dengan densitas parasit. Berat ringannya infeksi malaria pada seseorang dikur dengan hitung parasit.
Sifat malaria juga dapat berbeda dari suatu dearh ke daerah lain, yang banyak tergantung pada beberapa faktor yaitu :
1. Parasit yang terdapat pada pengandung parasit
2. Manusia yang rentan
3. Nyamuk yang dapat menjadi vektor
4. Lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup masing-masing.
Pada 2008 terdapat 1,62 juta kasus malaria dan 2009 menjadi 1,14 juta kasus, selain itu jumlah penderita positif malaria (hasil pemeriksaan mikroskop terdapat kuman malaria) pada 2008, 266 ribu kasus dan masih 199 ribu kasus pada 2009.
Sedangkan di dunia, menurut data the World Malaria Report 2005, lebih dari 1,4 juta orang meninggal setiap tahun karena malaria, di mana 80 persen kematian ada di Afrika dan 15 persen di Asia, termasuk Eropa Timur.
Sementara itu, Kepala Seksi Public Health and Malaria Control (PHMC) PT Freeport Indonesia Kerry Yarongga mengatakan, dataran rendah Papua memiliki tingkat malaria tercatat yang tertinggi di Indonesia, bahkan di beberapa kawasan Papua, tingkat prevalensi malaria melampaui 75 persen yang menunjukkan intensitas penularan tinggi sepanjang tahun.
D. Mekanisme Penularan Malaria
Manusia tertulari manusia jika kemasukan sporozoit Plasmodium (P. falciparum, P. vivax, P. malariae, P. ovale) lewat gigitan nyamuk Anopheles betina yang infeksius. Nyamuk vektor terkena infeksi parasit malaria stadium gametosit yang berhasil mengalami gametogoni, singami dan sporogoni.
Penularan malaria ke manusia bisa bermacam-macam yaitu :
1. Alami yaitu secara inokulatif, sporozoit masuk tubuh manusia lewat gigitan nyamuk vektor.
2. Aksidental yaitu lewat transfusi darah atau jarum suntik yang terkontaminasi darah berparasit malaria yang hidup trofozoit langsung ke darah.
3. Secara sengaja yaitu dengan suntikan intravena atau transfusi untuk tujuan terapi layuh saraf (paresis).
Indikator biologis penularan malaria yaitu :
1. Kasus malaria di suatu daerah atau tempat adalah salah satu indikator biologis malaria.
2. Ada kasus, berarti ada orang dengan infeksi parasit malaria, Plasmodium, salah satu campuran (mixed).
3. Ada kasus malaria berari ada nyamuk vektornya, Anopheles sp, spesiesnya apa perlu diteliti/dibuktikan adanya kepadatan, dsb.
4. Adanya vektor yang positif (dengan pembedahan kelenjar liur atau reaksi imunologis) menunjukkan bahwa lingkungan setempat cocok untuk kelangsungan hidup vektor, umur vektor cukup panjang untuk mendukung dilampauinya masa inkubasi ekstrinsik Plasmodium dalam nyamuk vektor, yang berarti pula kelembaban dan suhu udara optimal untuk nyamuk dan parasit malaria.
E. Pencegahan Malaria
1. Menghindari gigitan nyamuk Anopheles yang dilakukan dengan cara:
• Menggunakan obat nyamuk : bakar, spray, elektrik.
• Memakai kelambu
• Memakai pakaian yang dapat menutupi badan, dari mata kaki hingga pergelangan tangan
• Mengolesi badan dengan obat anti nyamuk
• Memasang kawat kasa
• Menjauhkan kandang ternak dari rumah
• Menghindari berada diluar rumah pada malam hari
2. Membersihkan tempat hinggap/peristirahatan nyamuk Anopheles yang perlu dilakukan adalah:
• Membersihkan semak-semak
• Melipat kain-kain yang bergantungan
• Membuka jendela dan memasang genteng kaca
• Mengecat rumah dengan warna terang
3. Meniadakan tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles yang dilakukan dengan cara :
• Mengalirkan air tergenang
• Menimbun lubang/kubangan/cekungan tanah yang dapat menampung air
• Memelihara ikan (mujair) pada lagun.
• Membersihkan sampah (misalnya dedaunan) yang ada di air
• Tidak melakukan penambangan liar yang menyebabkan adanya genangan liar yang tidak terpelihara.
F. Rekomendasi
1. Perlunya perhatian yang besar dari masyarakat untuk melakukan pencegahan melalui pemberantasan sarang nyamuk seperti, mengubur barang bekas, menaburkan bubuk abate pada bak penampungan air.
2. Perlunya digiatkan para kader pemantau jentik nyamuk yang tersebar di seluruh Indonesia.
3. Kerjasama lintas sektor, seperti dari dinas PU( Pekerjaan Umum) berperan dalam tata ruang wilayah, irigasi, penyediaan tempat sampah, dan para petugas pembersih. Hal ini dapat membantu dalam mengurangi genangan air dari sampah-sampah.













AMOEBIASIS

A. Definisi Amoebiasis
Amoebiasis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi Entamoeba histolyca, protozoa usus yang umumnya hanya menyerang manusia, namun juga dapat menimbulkan penyakit pada kera atau primate lainnya. Parasit ini dalam keadaan tertentu dapat menyebar ke organ-organ tubuh selain usus, misalnya hati.

B. Klasifikasi Amoebiasis
Klasifikasi amoebiasis menurut WHO (1968) dibagi dalam asimtomatik dan simptomatik, sedang yang termasuk amoebiasis simptomatik yaitu amoebiasis intestinal yaitu dysentri, non-dysentri colitis, amoebic appendicitas ke orang lain oleh pengandung kista entamoeba hitolytica yang mempunyai gejal klinik (simptomatik) maupun yang tidak (asimptomatik).
C. Epidemiologi Amoebiasis
Entamoeba histolytica pertama kali ditemukan oleh Losh tahun 1875 dari tinja disentrai seorang penderita di Leningrad, Rusia. Pada autopsi, Losh menemukan Entamoeba histolytica bentuk trofozoit dalam usus besar, tetapi ia tidak mengetahui hubungan kausal antara parasit ini dengan kelainan ulkus usus tersebut.
Pada tahun 1893 Quiche dan Roos rnenemukan Entamoeba histolytica bentuk kista, sedangkan Schaudin tahun 1903 memberi nama spesies Entamoeba histolytica dan membedakannya dengan amoeba yang juga hidup dalam usus besar yaitu Entamoeba coli. Sepuluh tahun kemudian Walker dan Sellards di Filiphina membuktikan dengan eksperimen pada sukarelawan bahwa entamoeba histolytica merupakan parasit komensal dalam usus besar.
Amoebiasis tersebar luas diberbagai negara diseluruh dunia. Pada berbagai survei menunjukkan frekuensi diantara 0,2 -50 % dan berhubungan langsung dengan sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai pada daerah tropik dan subtropik yang sanitasinya jelek, dan banyak dijumpai juga di rumah-rumah sosial, penjara, rumah sakit jiwa dan lain-lain.
Di Indonesia, amoebiasis kolon banyak dijumpai dalam keadaan endemi. Prevalensi Entamoeba histolytica di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10–18 %. Amoebiasis juga tersebar luas diberbagai negara diseluruh dunia. Pada berbagai survei menunjukkan frekuensi diantara 0,2 -50 % dan berhubungan dengan sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai pada daerah tropik dan subtropik yang sanitasinya jelek.
Di RRC, Mesir, India dan negeri Belanda berkisar antara 10,1 –11,5%, di Eropa utara 5 -20%, di Eropa Selatan 20 -51 % dan di Amerika Serikat 20%. Frekuensi infeksi Entamoeba histolytica diukur dengan jumlah pengandung kista. Perbandingan berbagai macam amoebiasis di Indonesia adalah sebagai berikut, amoebiasis kolon banyak ditemukan, amoebiasis hati hanya kadang-kadang amubiasis otak lebih jarang lagi dijumpai.
D. Mekanisme Penularan Amoebiasis
Penularan terjadi terutama dengan mengkonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi tinja dan mengandung kista amoeba yang relatif resisten terhadap klorin. Penularan mungkin terjadi secara seksual melalui kontak oral-anal. Penderita dengan disentri amoeba akut mungkin tidak akan membahayakan orang lain karena tidak adanya kista dan trofosoit pada kotoran.

Gambar. Infeksi amoebiasis


E. Pencegahan Amoebiasis
Oleh karena penularan umumnya terjadi melalui makanan atau minuman yang tercemar dengan tinja penderita, maka upaya pencegahan ditekankan pada perseorangan maupun pada masyarakat, misalnya dilakukan dengan cara:
1. Menganjurkan mereka untuk selalu memasak makanan dan minuman terlebih dahulu sebelum dikonsumsi,
2. Menutup dengan baik makanan yang dihidangkan untuk menghindari kontaminasi oleh lalat dan lipas,
3. Tidak menggunakan tinja manusia untuk pupuk,
4. Orang yang bekerja di laboratotium harus hati-hati terutama pada waktu menangani hewan coba golongan primate beserta tinjanya.
5. Sistemn pembuangan tinja hendaknya dilakukan dengan baik, sehingga tidak mencemari sumber air minum atau sumur.
6. Terhadap karier amubiasis harus dilakukan upaya penemuan penderita untuk kemudian dilakukan pengobatan yang intensif sampai benar-benar sembuh, agar tidak selalu menjadi sumber penularan amubiasis bagi masyarakat sekelilingnya.
F. Rekomendasi
1. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang kebersihan perorangan, terutama pembuangan tinja yang saniter, dan mencuci tangan sesudah buang air besar dan sebelum memasak atau menjamah makanan.
2. Menyebarkan informasi tentang risiko mengkonsumsi buah atau sayuan mentah atau yang tidak dimasak dan minum air yang tidak terjamin kebersihannya.
3. Mengobati orang yang diketahui sebagai “carriers”; perlu ditekankan pentingnya mencuci tangan dengan baik sesudah buang air besar untuk menghindari infeksi ulang dari tetangga atau anggota keluarga yang terinfeksi.
4. Memberikan penyuluhan kepada orang dengan risiko tinggi untuk menghindari hubungan seksual oral yang dapat menyebabkan penularan fekal-oral.
5. Instansi kesehatan sebaiknya membudayakan perilaku bersih dan sehat bagi orang-orang yang menyiapkan dan mengolah makanan untuk umum dan menjaga kebersihan dapur dan tempat-tempat makan umum. Supervisi yang ketat perlu dilakukan terhadap pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat ini.
TOXOPLASMOSIS

A. Definisi Toxoplasmosis
Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal dengan nama Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit intraseluler yang banyak terinfeksi pada manusia dan hewan peliharaan. Penderita toxoplasmosis sering tidak memperlihatkan suatu gejala klinis yang jelas sehingga dalam menentukan diagnosis penyakit toxoplasmosis sering terabaikan dalam praktek dokter sehari-hari. Apabila penyakit toxoplasmosis mengenai wanita hamil trismester ketiga dapat mengakibatkan hidrochephalus, khorioretinitis, tuli atau epilepsi.
B. Klasifikasi Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat dalam tiga bentuk yaitu :
1. Bentuk Takizoit (Bentuk Proliferatif)
Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan ujung yang runcing dan ujung lain agak membulat. Ukuran panjang 4-8 mikron, lebar 2-4 mikron dan mempunyai selaput sel, satu inti yang terletak di tengah bulan sabit dan beberapa organel lain seperti mitokondria dan badan golgi (Levine, 1990). Tidak mempunyai kinetoplas dan sentrosom serta tidak berpigmen. Bentuk ini terdapat di dalam tubuh hospes perantara seperti burung dan mamalia termasuk manusia dan kucing sebagai hospes definitf. Takizoit ditemukan pada infeksi akut dalam berbagai jaringan tubuh. Takizoit dapat memasuki tiap sel yang berinti.
2. Bentuk Kista (Berisi Bradizoit)
Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada berukuran kecil hanya berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kira-kira 3000 bradizoit. Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukan seumur hidup terutama di otak, jantung, dan otot bergaris (Krahenbuhl dan Remington, 1982).


3. Ookista (Berisi Sporozoit)
Ookista berbentuk lonjong, berukuran 11-14 x 9-11 mikron. Ookista mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua sporoblas. Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas membentuk dinding dan menjadi sporokista. Masing-masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang berukuran 8 x 2 mikron dan sebuah benda residu (Frenkel, 1989 ; Levine, 1990).
C. Epidemiologi Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii ditemukan di seluruh dunia. Penyebaran parasit ini sangatlah cepat. Infeksi terjadi, di mana ada kucing yang mengeluarkan ookista bersama tinjanya. Ookista ini adalah bentuk yang infektif dan dapat menular pacta manusia atau hewan lain.
Seekor kucing dapat mengeluarkan sampai 10 juta ookista sehari selama 2 minggu. Di dalam tanah yang lembab dan teduh, ookista dapat hidup lama sampai lebih dari satu tahun. sedangkan tempat yang terkena sinar matahari langsung dan tanah kering dapat memperpendek hidupnya.
Pada manusia prevalensi zat anti T. gondii yang di periksa dengan tes warna di berbagai negara adalah: USA 13-68 %, Austria 7-62 %, El Salvador 40-93 %, Finlandia 7-35 %, Inggris 8-25 %, Paris 33-87 %, Tahiti 45-77 % (Remington dan Desmonts, 1982 cite Gandahusada, 1994). Di Jepang 59-78 % pada pekerja rumah potong hewan dan 21,7 % pada populasi penduduk dengan umur sama (Konishi, 1986 ; Takahashi dan Konishi, 1986).
Di Indonesia, prevalensi zat anti T. gondii pada hewan adalah sebagai berikut : kucing 35-73 %, babi 11-36 %, kambing 11-61 %, anjing 75 % dan pada ternak lain kurang dari 10 % (Gandahusada, 1995).
Pada penelitian selanjutnya, titer IRA >.1 : 256 ditentukan sebagai batas positif, karena titer ini menunjukan pemaparan yang baru terjadi. Kemudian dilaporkan prevalensi dari berbagai daerah yang lebih rendah yaitu: Surabaya, Jawa Timur 8,9 % (Yamamoto dkk. 1970); Lembah Lindu, Sulawesi Tengah 7,9% (Clarke dkk. 1975) : Lembah Palu, Sulawesi Tengah 16 % (Cross dkk. 1975a); Boyolali, Jawa Tengah 2 % (Cross dkk. 1975b); Sumatera Utara 9 % (Cross dkk. 1975c); Kalimantan Barat 3 % (Cross dkk. 1975d); Jakarta 10 % pada mahasiswa Universitas Swasta (partono & Cross, 1975); 12,5 % dari 184 mahasiswa dan 96 orang karyawan Universitas Indonesia (Gandahusada, 1978); Obano, Irian Jaya, 34,6 % (Gandahusada dan Endardjo, 1980) dan Menado, Sulawesi Utara 60 % (Kapojos, 1988) dengan titer IHA > 1 : 128 sebagai batas positif.
Prevalensi toksoplasmosis pada berbagai kelompok etnik telah diteliti dan dilaporkan, 18 % pada mahasiswa pribumi dan 7 % pada mahasiswa keturunan Cina (partono dan Cross, 1975). Dan pada penelitian lain Gandahusada (1978) prevalensi adalah 14,3 % pada kelompok pribumi dan 2,3 % pada kelompok keturunan Cina.

D. Mekanisme Penularan Amoebiasis
Penularan toksoplasmosis ada yang menular dari hewan satu ke hewan lainnya dan ada yang menular dari hewan ke manusia.
1. Penularan dari hewan satu ke hewan lainnya
Kucing dapat tertulari toksoplasmosis setelah memangsa hewan-hewan yang berperan sebagai induk semang (host) sementara, seperti tikus atau burung yang mengandung kisata atau mengandung oosit yang bersporulasi. Setelah melalui proses pencernaan, oosit yang jumlahnya jutaan dikeluarkan kembali bersama feses (tinja) kucing. Ditanah, oosit mengalami sporulasi sehingga dapat menginfeksi hewan lainnya.
Sapi, kambing, domba, babi, dan kuda dapat tertulat toksoplasmosis apabila memakan rumput atau meminum air yang tercemar tinja kucing atau family Felidae lainnya yang mengandung oosit.

2. Penularan toksoplasmosis dari hewan ke manusia
Toksoplasma paling sering ditularkan pada manusia melalui kucing. Penularannya dapat terjadi peroral melalui makanan yang tercemari oosit yang sudah bersporulasi (membentuk spora) yang terdapat pada feses (tinja) kucing. Penularan juga dapat terjadi melalui daging yang mengandung kista yang tidak dimasak dengan baik.
Penularan dari ibu hamil ke fetus dapat terjadi melalui plasenta (transplasental). Pembuktian bahwa seorang ibu hamil positif terjangkit toksoplasmosis adalah melalui uji serologis di laboratorium.



E. Pencegahan Toxoplasmosis
Agar toksoplasmosis tidak menular ke manusia, adapun upaya pencegahan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Memasak daging pada suhu 66°C atau dibekukan pada suhu -20°C untuk meminimalkan parasit toxoplasma.
2. Menghindari kontak langsung dengan tanah yang berpotensi sebagai tempat ookista.
3. Hindari kontaminasi silang antara bahan mentah dengan bahan makanan yang telah matang.
4. Membiasakan mencuci sayur dan buah yang akan dikonsumsi.
5. Membersihkan tangan dengan sabun setelah mempersiapkan daging mentah untuk dimasak.
6. Membuang feses kucing dari kandang kucing setiap hari untuk mencegah ookista sporulasi.
7. Melakukan disinfeksi kandang kucing dengan menggunakan air mendidih.
8. Tidak memberikan kucing daging mentah.
9. Ibu hamil menghindari kontak dengan tinja kucing.
10. Sapi, kambing, domba dan ruminansia lainnya yang tertular tidak dikonsumsi, tapi dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur.
F. Rekomendasi
1. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang sanitasi lingkungan seperi kebersihan kandang ternak.
2. Menyebarkan informasi tentang risiko mengkonsumsi buah atau sayuan mentah atau yang tidak dimasak dan minum air yang tidak terjamin kebersihannya.
3. Instansi kesehatan sebaiknya membudayakan perilaku bersih dan sehat bagi orang-orang yang menyiapkan dan mengolah makanan untuk umum dan menjaga kebersihan dapur dan tempat-tempat makan umum. Supervisi yang ketat perlu dilakukan terhadap pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar