Sabtu, 01 Mei 2010

Rekayasa Iklim Kelembagaan ; Upaya Menemukan Kembali Identitas Kemahasiswaan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mahasiswa berasal dari kata majemuk “Maha” dan “Siswa” yang berarti siswa yang sekolah di perguruan tinggi. Mahasiswa merupakan kaum intelektual yang nantinya sebagai calon pengganti pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Tidak dapat di pungkiri secara tradisi mahasiswa adalah ujung tombak perubahan (agent of change). Sikap idealisme mendorong mahasiswa untuk memperjuangkan sebuah aspirasi pada penguasa, dengan cara mereka sendiri. Mahasiswa sebagai moral force (gerakan moral) berarti mahasiswa sebagai kaum cendikiawan yang berarti adalah kaum terpelajar senantiasa mengaplikasikan ilmu yang mereka miliki dengan memberikan contoh etika dan moral yang manusiawi kepada masyarakatnya. Mahasiswa merupakan salah satu komunitas kampus yang memiliki karakteristik sendiri. Keberadaannya di kampus tergabung dalam komponen masyarakat kampus lain, yaitu dosen dan karyawan yang memiliki tugas dan peranannya tersendiri. Tapi satu hal yang menyatukan komponen-komponen masyarakat tersebut sebagai civitas akademika yang memiliki kesamaan dalam mengemban misi Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

Masyarakat kampus sebagai masyarakat ilmiah harus benar-benar mengamalkan budaya akademik, terutama untuk tidak terjebak pada politik praktis dalam arti terjebak pada legitimasi kepentingan penguasa. Bukan berarti masyarakat kampus tidak boleh berpolitik, melainkan masyarakat kampus harus benar-benar berpegang pada komitmen moral yaitu pada suatu tradisi kebenaran objektif. Kebenaran sebagai landasan berpijak masyarakat kampus adalah kebenaran yang bersumber pada hati nurani serta sikap moral luhur. Mahasiswa dalam identitasnya sebagai insan akademis di tuntut berperan dalam dua hal. Pertama, mahasiswa di tuntut untuk terus berupaya mengembangkan diri menjadi lapisan masyarakat masa depan yang berkualitas atau dengan kata lain mahasiswa berfungsi sebagai calon sarjana. Kedua dengan berlandaskan nilai ilmiah dan moralitas, mahasiswa di tuntut untuk aktif bergerak ikut menata kehidupan bangsanya.

Upaya mewujudkan peran tersebut, tercipta berbagai kebutuhan dasar mahasiswa berupa pendidikan, kesejahteraan, dan aktualisasi. Kebutuhan mahasiswa memiliki banyak tingkatan ada yang merupakan kebutuhan individu, kebutuhan sekelompok mahasiswa, dan ada juga yang merupakan kebutuhan seluruh mahasiswa. Kebutuhan individual mungkin tidak perlu di organisir, tetapi kebutuhan beberapa orang yang cukup besar memerlukan pengorganisasian apalagi menyangkut seluruh kebutuhan mahasiswa. Untuk itu perlunya ada lembaga yang bertugas untuk memenuhi dan melaksanakan kebutuhan seluruh mahasiswa. Lembaga kemahasiswaan ini yang nantinya mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan mahasiswa, bukan hanya individual saja maupun kelompok melainkan keseluruhan dari mahasiswa. Organisasi kemahasiswaan yang meliputi aktivitasnya yaitu intelektualitas, kemandirian dan kebenaran ilmiah. Lembaga kemahasiswaan yang mana memiliki tanggung jawab untuk membangun mahasiswa yang berintegritas dan bermoral harus mampu beradaptasi dengan kondisi masyarakat saat ini.

Namun saat ini yang terjadi lembaga kemahasiswaan belum bisa mewadahi atau memenuhi kebutuhan dari keseluruhan mahasiswa. Di era globalisasi saat ini kemajuan teknologi di berbagai bidang tidak menjadikan mahasiswa yang ideal tetapi menjadikan mahasiswa yang hedonis. Bukan hanya itu, sifat apatis pun timbul dikala lembaga kemahasiswaan tidak mampu mewadahi kebutuhan mahasiswa. Berbagai fasilitas pun yang menjadikan mahasiswa untuk menganut paham pragmatisme. Pada kenyataannya perlahan timbul persepsi keidealan mahasiswa yang berarti bahwa bermahasiswa adalah bagaimana bisa menyelesaikan kuliah dengan cepat dan setelah sarjana dapat pekerjaan layak. Sehingga lembaga kemahasiswaan tidak berarti di mata mahasiswa saat ini. Perekrutan dan pengkaderan atau proses kaderisasi di butuhkan oleh organisasi kemahasiswaan sehingga keberadaannya tetap di akui. Kebutuhan utama dari organisasi atau lembaga kemahasiswaan adalah regenerasi anggota sebagai jaminan keberlangsungan lembaga tersebut. Proses kaderisasi merupakan agenda utama untuk mengisi ruang-ruang aktivitas yang ada di lembaga tersebut dan juga sebagai alat transfer nilai-nilai yang telah menjadi koridor perjuangan kepada generasi selanjutnya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peran mahasiswa dalam lembaga kemahasiswaan?

2. Apa saja faktor penyebab mahasiswa tidak peduli terhadap lembaga kemahasiswaan?

3. Apa problematika yang di hadapi dalam mengembalikan kepedulian terhadap lembaga kemahasiswaan?

4. Bagaimana solusi dari problematika tersebut?

BAB II

PEMBAHASAN

Mahasiswa merupakan salah satu kekuatan pelopor di setiap perubahan. Dan tidak dapat di pungkiri secara tradisi mahasiswa adalah ujung tombak perubahan. Mahasiswa memang menjadi komunitas yang unik, dimana dalam catatan sejarah perubahan selalu menjadi garda terdepan dan motor penggerak perubahan. Keinginan yang kuat dalam menyongsong masa depan dan keterbukaannya melihat beragam sisi kehidupan, mendorong mahasiswa bangkit dari tiap keterpurukan. Dengan kombinasi luar biasa yang dimilikinya, mahasiswa mampu tampil di depan memegang kendali sebuah peradaban. Berbagai perubahan besar dalam persimpangan sejarah negeri ini, senantiasa menempatkan mahasiswa dalam posisi terdepan. Ada peran-peran yang harus dilakukan sebagai konsekuensi logis dan konsekuensi otomatis dari identitas mahasiswa itu sendiri, diantaranya yang pertama peran moral mahasiswa dalam kehidupannya sebagai kaum intelektual muda. Jika hari ini aktifitas mahasiswa berorientasi pada hedonisme (hura-hura) maka berarti telah menyimpang. Jika hari ini mahasiswa lebih suka mengisi waktu dengan agenda-agenda personal seperti pacaran, gosip, nongkrong di Mal tanpa ingin tahu tentang keadaan sosialnya, jika pada hari ini mahasiswa lebih mementingkan individu dengan segala kepentingannya tanpa memperhatikan sekelilingnya (realitas objektif) maka mahasiswa semacam ini adalah potret “generasi yang hilang” yaitu generasi yang terlena dan lupa akan tanggung jawabnya sebagai seorang mahasiswa.

Lembaga kemahasiswaan yang memiliki tanggung jawab untuk membangun mahasiswa yang berintegritas dan bermoral yang di tuangkan dalam proses kaderisasi saat ini belum sepenuhnya mampu menciptakan mahasiswa yang di inginkan. Mahasiswa dalam lembaga memegang peranan penting dalam menjalankan lembaga tersebut. Lembaga kemahasiswaan ini mampu meningkatkan kemampuan soft skill (kepribadian) yang di miliki mahasiswa sehingga mahasiswa tidak perlu takut menjalani kehidupannya. Kemampuan soft skill yang dapat berkembang dalam lembaga kemahasiswaan diantaranya manajemen waktu, kepemimpinan. Peran mahasiswa di dalam lembaga kemahasiswaan sangat penting untuk menggerakkan organisasi ini untuk mencapai tujuannya. Sebuah organisasi yang dibentuk tentunya memiliki tujuan yang ingin di capai dan perlu kerjasama di dalamnya. Kepemimpinan yang demokratis di dalam sebuah organisasi atau kelembagaan tentunya mempunyai tujuan yang di tetapkan bersama bukan tidak mungkin dapat tercapai. Bentuk menajemen organisasi yang baik dan pembagian tugas dan wewenang yang jelas di sertai program kerja yang sesuai dengan iklim yang di butuhkan saat ini.

Kebutuhan utama dari organisasi atau lembaga kemahasiswaan adalah regenerasi anggota sebagai jaminan keberlangsungan lembaga tersebut. Lembaga yang melaksanakan proses kaderisasi yang saat ini di anggap momok menakutkan di kalangan masyarakat karena memakan korban. Proses kaderisasi yang paling banyak mendapat sorotan adalah ospek. Ospek dianggap hanya sebagai ajang balas dendam. Dimana ospek merupakan sebuah kaderisasi dan penerimaan awal mahasiswa di dalam dunia kemahasiswaan. Paradigama seperti inilah yang membuat mahasiswa yang ingin mengenal lebih jauh dunia kemahasiswaan enggan untuk mengetahuinya. Kaderisasi yang hanya menjadi proses balas dendam turun temurun terhadap generasi yang baru memasuki wilayah kemahasiswaan hingga memakan korban. Lembaga yang tidak mampu memahami kebutuhan mahasiswa saat ini seperti apa atau kah kepemimpinan dari lembaga kemahasiswaan yang tidak dapat memahami keinginan dari mahasiswa saat ini. Program kerja yang hanya berulang di kepemimpinan satu periode yang tidak mengalami perubahan apapun sehingga masuknya era globalisasi di dalam lingkungan eksternal dan internal lembaga saat ini tidak mampu mengahadapinnya. Problema yang dihadapi saat ini baik dari faktor internal dan eksternal dari lembaga itu sendiri. Era globalisasi saat ini membuat mahasiswa lebih condong sebagai hedonis dan apatis terhadap lingkungan sosialnya. Upaya menemukan kembali identitas mahasiswa yang sebenarnya sudah ada tinggal bagaimana memainkan perannya sebagai mahasiswa yang ideal. Kampus saat ini yang di dukung fasilitas yang memadai membuat mahasiswa saat ini menjadi hedonis dan apatis terhadap perannya sebagai mahasiswa. Contoh kasus lego-lego di FKM yang sebenarnya di buat untuk di jadikan tempat berkumpulnya antar mahasiswa maupun dosen untuk berdiskusi tentang masalah yang terkait perkuliahan atau masalah kesehatan saaat ini berubah menjadi tempat untuk berinternet yang bersifat hedon. Peran mahasiswa dalam lembaga kemahasiswaan sangat penting, jika suatu saat nanti proses kaderisasi yang nantinya mencetak kader-kader penerus tongkat estafet perjuangan dari organisaisi kemahasiswaan tidak mampu mengahadapi pengaruh lingkungan internal dan eksternal lembaga maka lembaga kemahasiswaan akan hilang. Nilai-nilai idealisme suatu lembaga hendaknya benar-benar di tanamkan dalam mahasiswa sehingga mahasiswa dapat menjadi mahasiwa yang sesungguhnya.

Menurut Robert A. Sutermeister, ada sejumlah faktor pokok yang mempengaruhi organisasi formal yaitu :

· Struktur organisasi

· Iklim kepemimpinan

· Efisiensi organisasi

· Kebijakan-kebijakan personalia

· Komunikasi

Lembaga kemahasiswaan yang saat ini nilai-nilai idealisme telah hilang, kampus yang hanya dijadikan tempat berkuliah saja tanpa ada ruang ilmiah di setiap pojok kampus. Budaya akademik yang hanya terjadi di dalam dunia perkuliahan saja tanpa melihat pentingnya juga melihat keluar situasi sosial saat ini. Struktur organisasi yang saat ini sudah sangat baik untuk mendukung tujuan organisasi kemahasiswaan saat ini mungkin mendapat hambatan-hambatan. Pembagian tugas dan wewenang yang jelas membuat sebuah organisasi tidak terjadi tumpang tindih dalam pekerjaan. Iklim kepemimpinan yang tiap periode harus tergantikan di sertai program kerja yang mungkin berbeda atau bahkan sama saja. Kepemimpinan yang saat ini di perlukan hendaknya melihat ke depan dan mengambil pelajaran dari kepemimpinan sebelumnya. Program kerja yang sama sekali tidak berbeda dengan pola kepemimpinan sebelumnya membuat orang-orang yang di ruang lingkup lembaga atau di sekeliling lembaga tersebut menjadi tidak proaktif. Tiap regenerasi pemimpin dan anggotanya tentu memiliki tujuan pribadi dan untuk organisasinya sendiri. Organisasi sebagai system di samping di pengaruhi oleh segi intern sendiri juga di pengaruhi lingkungan di luarnya. Dengan demikian adanya pertumbuhan , pengembangan, perbaikan, atau penyempurnaan, pada hakekatnya organisasi tersebut sebagai hasil dari proses yang berlangsung terus menerus. Di dalam proses organisasi mengalami pertumbuhan , pengembangan, perbaikan, atau penyempurnaan agar dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan warga anggotanya dan kebutuhan masyarakat sekelilingnya. Jika pola kepempinan saat ini tidak dapat melihat dan menyesuaikan kebutuhan seluruh mahasiswa saat ini tentunya sebuah lembaga tersebut gagal untuk mencapai sebuah tujuan yang di cita-citakan.

Lembaga kemahasiswaan saat ini dianggap tidak bisa mewadahi seluruh kebutuhan mahasiswa. Problematika yang dihadapi dalam lembaga kemahasiswaan saat ini berasal dari struktur lembaga kemahasiswaan yang sudah efektif atau orang-orang yang di dalamnya tidak memahami lembaga tersebut. Kerjasama dalam sebuah organsasi sangat penting untuk mencapai sebuah tujuan yang telah di tetapkan bersama. Jika suatu organisasi tidak mampu memenuhi kebutuhan anggotanya maka anggota tersebut akan keluar dari organisasi tersebut. System manajemen yang baik tentunya akan memudahkan tujuan akan tercapai. Menurut G. Terry manajemen organisasi sangat penting bagi stiap organisaisi yaitu planning, organizing, actuating, controlling dan evaluating (POACE). Sebuah planning (perencanaan) tentunya melihat kedepan bagaimana organisasi ini bisa mencapai tujuan dengan keputusan atau kebijakann yang di tetapkan. Organizing (pengorganisasian) yang membagi tugas dan wewenang di tiap anggota agar dapat mencapai tujuan dan tidak terjadi tumpang tindih dalam pekerjaan. Actuating (pergerakan) yang mempengaruhi orang lain agar mereka melaksanakan usaha-usaha kearah pencapaian tujuan dengan menggunakan perintah, petunjuk, bimbingan dan rapat koordinasi. Controlling (pengawasan) dimana tindakan meneliti apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana. Evaluating (evaluasi) yang merupakan kegiatan sistematis dan terencana untuk mengukur dan menilai suatu keberhasilan.

Problematikan lain yang di hadapi bahwa mahasiswa memandang lembaga kemahasiswaan tidak mempunyai posisi apapun di dalam kampus. Birokrat yang di anggap memiliki kekuasaan atas segala sesuatu yang berhubungan dengan mahasiswa. Contoh kasus di FKM adanya intervensi pihak birokrat pada mahasiswa baru yang lalu membuat posisi lembaga tidak di akui. Proses pengkaderan yang ingin di laksanakan oleh lembaga kemahasiswaan terhambat karena adanya intervensi dari oknum pihak birokrat yang melarang mahasiswa baru untuk mengikuti proses kaderisasi. Penerimaan awal mahasiswa ke dalam dunia kemahasiswaan untuk meneruskan tongkat estafet selanjutnya mendapat kendala. Mahasiswa yang sudah melalui proses kaderisasi pun masih enggan masuk kedalam dunia kelembagaan. Kelembagaan yang saat ini di anggap hanya sebagai pengahambat. Yang berarti lembaga kemahasiswaan hanya penghambat kuliah dalam menghadapi dunia kerja kedepan yang saat ini sulit. Jika hal ini berlanjut hingga tongkat estafet perjuangan organisasi kemahasiswaan tidak dapat di berikan lagi kepada mahasiswa selanjutnya maka identitas mahasiswa yang memiliki insan sosial dan dinamis akan hilang untuk selama-lamanya. Kemampuan soft skill dalam dunia organisasi inilah nantinya akan menjadikan mahasiswa siap mengahadapi masa depan yang lebih baik, bagaimana mengatur perkuliahan dan organisasi agar berjalan seimbang tanpa ada tumpang tindih.

Era globalisasi yang saat ini pun menjadi problematika saat ini. Dunia kemahasiwaan yang dulunya berusaha mencari pemecahan masalah melalui diskusi peminjaman buku kini telah berubah dengan adanya dunia maya (internet). Dunia internet menjadikan mahasiwa saat ini menjadi pragmatis dan hedon. Kemajuan Ilmu pengatahuan dan teknologi saat ini menjadikan mahasiswa lupa akan tanggung jawabnya sebagai mahasiwa. Masalah-masalah yang di hadapi mahasiswa saat ini tentu harus di perhitungkan. Mulai dari hilangnya identitas kemahasiswaan yang sebenarnya ada dalam mahasiswa serta faktor intern maupun eksternal dari lembaga. Faktor eksternal yang sebagian besar tidak dapat di kendalikan sehingga dapat mempengaruhi suatu lembaga tersebut. Hal ini tentunya juga menimbulkan dampak atas struktur-struktur internal dan proses-proses organisasi (pearce II,1989). Setiap organsiasi menyerap sumber-sumber daya (input) dari system yang lebih besar (lingkungan eksternal). Selanjutnya sumber daya diproses di dalam lingkungan internal. Akhirnya, mengembalikan hasil-hasil yang di hasilkannya kepada dunia luar dalam bentuk yang telah berubah (output). Dilihat dari input-proses-output yang nantinya ada feed back (umpan balik) tentunya setiap organisasi memiliki sumber daya. Sumber daya inilah yang hendaknya di manfaatkan untuk mencapai tujuan tersebut.

Sebagai contoh dalam lembaga kemahasiswaan, proses keaderisasi ini yang perlu di manfaatkan dengan baik. Input dari orang-orang yang berada dalam lembaga memberikan sumbangan berupa waktu dan energi bagi lembaga kemahasiswaan. Bukan berarti terlena dalam kelembagaan hingga kuliah akademik terbengkalai. Penanaman nilai-nilai idealis kelembagaan dalam kaderisasi sangat perlu sehingga tongkat estafet perjuangan lembaga kemahasiswaan dapat di teruskan dan berlanjut sesuai tujuannya. Proses pengkaderan yang hanya 3 hari sebenarnya tidak cukup, penanaman nilai-nilai kelembagaan dalam mahasiswa harusnya berlanjut sehingga identitas mahasiswa benar-benar melekat hingga selesai di universitas. Output yang di hasilkan ini apakah benar sesuai dengan apa yang di inginkan. Apakah nilai-nilai idelis kelembagaan sudah tertanam di dalam diri mahasiswa. Budaya akademik di dalam perkuliahan juga dapat di bawa di luar di dunia perkuliahan. Identitas mahasiswa yang sebenarnya sudah ada di dalam mahasiswa, bagaimana memainkan peranannya dan melaksanakan tanggung jawabnya sebagai mahasiswa hendaknya di tanamkan di dalam proses kaderisais tersebut.

Lembaga kemahasiswaan yang di anggap tidak bisa mewadahi kebutuhan seluruh mahasiswa bukan tidak mungkin dapat di atasi. Lembaga kemahasiswaan yang merupakan wadah untuk mengembangkan diri menjadi mahasiwa intelektual, professional, humanis dan religious hendaknya dapat melakasanakan fungsinya. Adapun problematika baik faktor internal maupun eksternal sudah menjadi hambatan dalam berorganisasi. Organisasi sebagai system di pengaruhi oleh faktor internal dan juga di pengaruhi faktor eksternal. Lembaga kemahasiswaan merupakan sebuah proses organisasi yang mengalami pertumbuhan, pengembangan, perbaikan atau penyempurnaan agar dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan warga anggotanya (orang dalam lembaga) dan kebutuhan masyarakat sekelilingnya ( keluarga mahasiswa dan masyarakat). Dalam hal ini sebuah sistem yang sebenarnya sudah benar akan tetapi orang-orang yang di dalamnya mengubah sistem tersebut di karenakan tidak sesuai dengan keinginanya tentunya menjadikan organisasi sulit mencapai tujuannya. Di dalam organisasi pun jika sebuah sistemnya yang salah hendaknya orang yang di dalamnya mengubah sistem tersebut agar sesuai dengan tujuan yang ingin di capai. Lembaga yang pada dasarnya ingin mengahasilkan output yang baik tapi bila lingkungan sekelilingnya juga tidak mendukung malah menjerumuskan output tersebut, dalam hal ini perlu di evaluasi apakah mungkin sebuah prosesnya yang kurang tepat atau salah, perlu di perbaiki. Kembali lagi bahwa organisasi sebagai sistem yang mengalami pertumbuhan, pengembangan, perbaikan atau penyempurnaan yang di pengaruhi faktor intern dan faktor ekstern.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

· Mahasiswa pada dasarnya sudah memiliki identitas kemahasiwaan tinggal bagaimana ia melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang mahasiswa.

· Era globalisasi yang saat ini tidak mampu di hadapi seorang mahasiswa sehingga mahasiswa menjadi hedonis dan apatis.

· Lembaga kemahasiswaan yang merupakan sebuah sistem yang terus mengalami pertumbuhan, pengembangan, perbaikan atau penyempurnaan agar dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan mahasiswa dan kebutuhan masyarakat sekelilingnya.

· Lembaga kemahasiswaan yang berfungsi mewadahi kebutuhan mahasiswa belum sepenuhnya bisa melaksanakna fungsinya karena ada beberapa faktor intern maupun faktor ekstern yang mempengaruhi.

· Proses kaderisasi kemahasiswaan merupakan alat efektif dalam meneruskan proses regenerasi, penanaman nilai-nilai, dan ideologi kemahasiswaan.

B. Saran

· Mahasiswa hendaknya sadar akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai mahasiswa.

· Mengembalikan kembali budaya akademik di luar perkuliahan dengan pembentukan ruang ilmiah di setiap kampus.

· Era globalisasi yang saat ini memang memiliki sisi positif dan negative, sebagai mahasiswa sebaiknya mengambil sisi positifnya dan jangan terlena terhadap kemajuan IPTEK.

· Proses kaderisasi yang di lakukan lembaga kemahasiswaan tetap di butuhkan sehingga keberadaannya harus tetap di pertahankan dengan tingkat fleksibilitas terhadap perubahan zaman dan tidak terpasung oleh tradisi semu yang memakan korban.

DAFTAR PUSTAKA

1. Winardi, J. 2009. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

2. Budiyono, Kabul. 2007. Nilai-nilai kepribadian dan kejuangan bangsa Indonesia. Alfabeta, Bandung.

3. Djatmoko, Ario. 2004. Sehatlah Jiwanya Sehatlah Badannya untuk Indonesia raya. P3I, Jakarta.

4. Madhi, Jamal. 2001. Menjadi Pemimpin yang Efektif dan Berpengaruh. PT Syaamil Cipta Media, Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar